Serikat Petani Kelapa Sawit Dorong Kebijakan Indonesia Turunkan Pajak Ekspor

1 week ago 16

Petani kelapa sawit dapat berdiri diatas kakinya sendiri dan bekerja keras membantu pemerintah menyuplai kebutuhan pangan dan energi dalam negeri

MNC Media)

Serikat Petani Kelapa Sawit Dorong Kebijakan Indonesia Turunkan Pajak Ekspor (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong kebijakan Pemerintah Indonesia berpihak kepada Petani Sawit, dengan menurunkan besaran Pajak Ekspor dan Pungutan Ekspor sawit hingga nol persen.

Hal tersebut seiring dengan penerapan kebijakan pajak impor diumumkan Trump beberapa hari lalu. SPKS mendorong Pemerintah Indonesia menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) CPO dan produk turunannya (Dana BPDPKS), menjadi nol persen. Lantaran, keberadaan besaran BK dan PE akan berakibat langsung terhadap turunnya daya saing industri minyak sawit dan produk turunannya asal Indonesia di pasar global secara keseluruhan.

“Sebaiknya, Pemerintah Indonesia menjaga dan melindungi industri minyak sawit dan produk turunannya secara holistik, sehingga tetap memiliki daya saing kuat sebagai primadona pasar minyak nabati dunia," kata Ketua Umum SPKS Sabarudin dalam keterangan pers Rabu (9/4/2025).

Menurutnya, keberadaan BK dan PE akan makin memperberat kondisi ekonomi perkebunan kelapa sawit milik petani, karena kian mendapat distorsi berat karena terkena dampak pajak impor 32 persen yang diterapkan Amerika Serikat, Presiden Donald Trump.

Selain itu, kenaikkan pajak impor di negara tujuan ekspor sawit akan berdampak terhadap turunnya harga jual hasil panen petani sawit.

Kondisi perdagangan pasar dunia dari beberapa pakar ekonomi, juga menggambarkan akan adanya gelombang badai ekonomi global akibat penerapan tarif dagang tinggi yang dilakukan Trump secara sepihak.

“Perdagangan global akan menimbulkan badai ekonomi baru, sebagai reaksi dari pemberlakuan tarif dagang Amerika Serikat yang tinggi hingga 32 persen. Kondisi perdagangan dunia bakal mendapat berbagai distorsi baru akibat dampak samping yang ditimbulkan," ujar Sabarudin.

Akibatnya, dampak langsung akan dirasakan petani kelapa sawit di Indonesia, karena hasil panen berupa Tandan Buah Segar (TBS) sawit akan pula terdampak harga jualnya. Lantaran, berdasarkan hukum ekonomi pasar, setiap beban baru yang dikenakan, akan terus terdistribusi hingga mata rantai yang paling lemah.

"Posisi paling lemah sepanjang mata rantai produksi minyak sawit secara umum berada di pihak petani kelapa sawit,” katanya.

Sebab itu, SPKS meminta kepada pemerintahan Presiden Prabowo, untuk menurunkan BK dan PE terhadap CPO dan produk turunannya, bisa diturunkan menjadi 0 persen. Sambil terus memperhatikan gejolak ekonomi yang akan timbul akibat penerapan tarif dagang baru Amerika Serikat ini.

“Kondisi perdagangan dunia, selama ini selalu berdiskusi mengenai hambatan perdagangan seperti Tarif dan Non Tarif. Tapi dengan adanya penerapan tarif dagang baru yang sangat besar, seolah-olah meniadakan semua perundingan dagang yang telah dilakukan selama ini," ujar Sabarudin.

Menurutnya, pemberdayaan ekonomi global melalui penghapusan hambatan tarif dagang dan non tarif, makin terperosok jurang pemisahan yang kian dalam, akibat penerapan sepihak yang dilakukan Presiden Trump. Kondisi ini akan makin diperparah, apabila tidak segera dilakukan antisipasi sedini mungkin.

Kondisi perkebunan kelapa sawit sendiri, telah melakukan banyak perubahan, melalui penerapan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan, dimana pemeliharaan tanaman perkebunan, menjadi konsen dari setiap usaha yang dilakukan. Melalui penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan, maka kebutuhan biaya pemeliharaan perkebunan kelapa sawit juga kian meningkat dewasa ini.

Pentingnya penurunan BK dan PE menjadi 0 persen menurut Sabarudin, juga dibutuhkan secepat mungkin. Di sisi lain, Pemerintah juga perlu mengawasi perdagangan berbagai sektor barang dan jasa lainnya, sebagai pendukung perkebunan kelapa sawit, seperti pupuk dan sarana prasarana tidak naik harga jualnya.

Melalui antisipasi sedini mungkin ini, SPKS berharap akan kondusifitas perkebunan kelapa sawit akan tetap terjaga keberlangsungannya. Kondisi ini sangat penting bagi petani kelapa sawit, supaya kinerja perkebunan kelapa sawit bisa terus meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat membantu negara menghasilkan devisa dari penjualan CPO dan produk turunanya.

Kondusifitas juga akan mendukung program Ketahanan pangan dan energi yang dilakukan Presiden Prabowo, dengan mendorong partisipasi aktif dari suplai pasokan bahan baku CPO dari kebun petani kelapa sawit, sehingga masyarakat memiliki kemandirian ekonomi.

"Petani kelapa sawit dapat berdiri diatas kakinya sendiri dan bekerja keras membantu pemerintah menyuplai kebutuhan pangan dan energi dalam negeri," kata Sabarudin.

Pada beberapa diskusi interaktif bersama para pemangku kepentingan minyak sawit nasional, SPKS mendorong suplai bahan baku pabrik biodiesel berasal dari petani kelapa sawit. Lantaran penerapan mandatori biodiesel hingga B40 di Tahun 2025 ini, masih menjadi ganjalan bagi petani kelapa sawit.

SPKS juga menyoal keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola dana hingga puluhan triliun rupiah, penggunaannya sebesar 90 persen lebih, hanya dinikmati pengusaha biodiesel semata. Di sisi lain, berbagai kesulitan masih manghadang para petani kelapa sawit, guna menggunakan dana sawit yang dikelola BPDPKS tersebut.

“Kami mengusulkan dana sawit yang dikelola BPDPKS dapat digunakan langsung bagi kebutuhan sarana dan prasarana petani kelapa sawit," kata dia. Sabarudin menegaskan, subsidi biodiesel bisa langsung diberikan melalui insentif harga jual TBS petani yang digunakan untuk menyuplai kebutuhan Biodiesel nasional.

SPKS memperkirakan adanya keputusan tarif dagang Trump juga akan mendistorsi permintaan CPO dan produk turunan sehingga akan menurunkan harga jual TBS hasil panen petani. Diperkirakan harga turun berkisar 2 hingga 3 persen atau sekitar Rp60 – Rp100 per kg TBS. Turunnya harga jual petani, tentu akan terbantu dengan diturunkannya BK dan PE hinga 0 persen, sehingga harga jual TBS hasil panen petani akan stabil.

SPKS juga mengingatkan akan kerja-kerja petani yang sudah lama dilakukan dalam menerapkan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan guna mendorong terbukanya pasar baru di pasar global. Usaha petani ini, harusnya mendapat dukungan dari pemerintah, guna menerapkan mandatori Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai landasan pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia.

“SPKS berharap kepada Pemerintahan Presiden Prabowo supaya mendukung keberadaan petani sawit, supaya memiliki kekuatan baru dalam penetrasi pasar baru di pasar global," kata Sabarudin.

(kunthi fahmar sandy)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |