Rupiah Ditutup Menguat, Sentimen Turunnya Tarif PPN Dorong Optimisme Pasar

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nilai tukar rupiah menguat menuju level Rp 16.576 per dolar AS pada perdagangan Rabu (15/10/2025). Pengamat menilai, salah satu sentimen yang memengaruhi penguatan rupiah adalah kemungkinan pemerintah menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2026.

Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 27 poin atau 0,16 persen ke posisi Rp 16.576 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (15/10/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.603 per dolar AS.

“(Sentimen internal) pemerintah membuka peluang untuk memangkas tarif PPN pada tahun depan. Opsi tersebut menjadi pertimbangan guna menjaga daya beli masyarakat. Namun, opsi penurunan tarif PPN perlu kajian secara lebih mendalam. Kajian itu akan dilakukan dengan sangat hati-hati, karena perlu mengetahui lebih jelas kondisi penerimaan negara, setidaknya hingga akhir 2025,” kata pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).

Ibrahim menjelaskan, tarif PPN sebenarnya mengalami kenaikan secara bertahap. Bahkan pada awal tahun ini, pemerintah baru saja mengerek tarif PPN menjadi 12 persen dari 11 persen, sesuai Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, Presiden Prabowo Subianto memutuskan tarif PPN tetap 11 persen tanpa mengubah aturan dalam UU HPP. Caranya dengan menerapkan skema Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain 11/12 dari harga jual. Pemerintah hanya menerapkan kenaikan tarif dari 11 persen ke 12 persen untuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Sejumlah barang atau jasa mewah yang dimaksud mencakup hunian mewah seperti rumah, apartemen, kondominium, dan town house dengan harga jual Rp 30 miliar atau lebih.

Sementara itu, Ibrahim menyebut sejumlah sentimen eksternal juga memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Di antaranya dinamika politik dan ekonomi di Amerika Serikat (AS), ekspektasi kebijakan suku bunga The Fed, serta kebijakan tarif AS.

“Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyampaikan pernyataan pada Selasa yang ditafsirkan investor sebagai dovish. Powell mengatakan ekonomi AS mungkin berada pada lintasan yang lebih kuat daripada yang diperkirakan beberapa pihak, tetapi ia memperingatkan bahwa pasar tenaga kerja yang jauh lebih lemah sedang muncul,” ujar Ibrahim.

Powell juga menambahkan bahwa “tidak ada jalur bebas risiko” untuk kebijakan dan menekankan bahwa keputusan di masa mendatang akan dibuat “pertemuan demi pertemuan”.

“Komentarnya memperkuat ekspektasi pasar terhadap potensi penurunan suku bunga The Fed pada bulan Oktober dan Desember, yang akan menurunkan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan melemahkan dolar,” ungkap Ibrahim.

Selain itu, Ibrahim menambahkan, Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap China. Hal itu memicu kecaman keras dari Beijing yang memperingatkan siap “berperang dalam bentuk apa pun”.

“Itu memicu kembali ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut,” kata Ibrahim.

Di Eropa, para pedagang juga memantau pergolakan politik yang sedang berlangsung di Prancis. Dua mosi tidak percaya dari partai-partai ekstrem kiri dan kanan yang diajukan kepada Perdana Menteri Sebastien Lecornu berpotensi menjatuhkan pemerintahan Prancis terbaru pada akhir pekan ini.

Berbicara pada Senin, Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak seruan agar ia mengundurkan diri, meskipun para pesaingnya menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis politik terbesar Prancis dalam beberapa dekade adalah dengan mundur.

Dengan berbagai sentimen tersebut, baik internal maupun eksternal, Ibrahim memprediksi rupiah akan melanjutkan penguatan pada perdagangan Kamis (16/10/2025).

“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.520—Rp 16.580 per dolar AS,” tutupnya.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |