Polda Jabar Tangani Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik di Medsos

3 hours ago 3

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan menyampaikan perkembangan terbaru kasus perdagangan bayi ke Singapura, Rabu (16/7/2025). Sindikat perdagangan bayi ini memiliki laman di Facebook dengan modus adopsi anak.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Polda Jawa Barat tengah menangani kasus dugaan pencemaran nama baik di media sosial Tiktok dan Instagram yang melibatkan tiga orang terlapor. Mereka dilaporkan seorang pengusaha kosmetik berinisial HP yang merasa dirugikan akibat unggahan itu.

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan petugas telah menerima laporan polisi terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap seseorang pengusaha kosmetik asal Sumedang pada 17 Desember 2025. Selanjutnya, penyidik meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.

"Kami langsung melakukan proses penyelidikan dan menaikkan ke penyidikan pada hari yang sama,” ucap dia, Rabu (24/12/2025).

Ia mengatakan modus operandi para terlapor adalah mengunggah konten bernuansa tuduhan yang tidak benar di Instagram maupun di Tiktok. Terlapor yaitu FM, RRR dan AF asal Garut dan Bali.

“Pemilik akun telah memposting kalimat menuduh yang tidak sebenarnya kepada pelapor. Foto pelapor juga dimanipulasi menjadi bertanduk, bertaring, dan menyerupai binatang,” kata dia.

Ia mengatakan pelapor pertama kali mengetahui kejadian itu pada tanggal 30 Juli tahun 2025 kemudian melaporkannya ke kepolisian. Pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi pelapor HP, saksi MSR, FS, dan DGP.

Selain itu, penyidik juga meminta keterangan dari ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE), ahli bahasa, serta ahli sosiologi hukum. Berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik menetapkan tiga orang terlapor, masing-masing berinisial FM dan RRR yang berdomisili di Kabupaten Garut, serta AF yang berdomisili di Bali.

“Penetapan terlapor ini berdasarkan hasil gelar perkara dan alat bukti yang telah kami kumpulkan,” kata dia.

Para terlapor dijerat Pasal 27 huruf A jo Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Ancaman pidana maksimal dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp 400 juta,” ungkap dia.

Sementara itu, Wadirsiber Polda Jabar AKBP Mujianto menyatakan pihaknya masih mendalami motif para terlapor dan kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat. "Untuk sementara para terlapor mengaku bertindak sendiri," ungkap dia.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |