Aksi jual investor asing (outflow) di tengah cum date indeks MSCI menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini
Outflow MSCI Tekan IHSG, Rupiah Terkapar di Tengah Ancaman Tarif AS. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Aksi jual investor asing (outflow) di tengah cum date indeks MSCI menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini, sekaligus membukukan kinerja bulanan yang negatif.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG melemah 3,31 persen ke level 6.270,60 pada Jumat (28/2/2025), posisi terendah sejak Oktober 2021.
Dalam sepekan, IHSG turun 7,83 persen, sedangkan secara bulanan melorot 11,80 persen, menjadi performa terburuk sejak Maret 2020.
Investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) sebesar Rp2,91 triliun di pasar reguler pada Jumat, bertepatan dengan batas cum date MSCI.
Sepanjang pekan, net sell asing mencapai Rp7,67 triliun, sedangkan sepanjang Februari tercatat sebesar Rp16,1 triliun. Secara year-to-date (YtD), aksi jual asing telah mencapai Rp20,1 triliun, terutama menyasar saham perbankan besar.
Rupiah Tumbang
Pelemahan IHSG terjadi di tengah gejolak pasar Asia akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan kekhawatiran dampak tarif baru yang akan diberlakukan Presiden AS Donald Trump pada China, Meksiko, dan Kanada mulai 4 Maret.
Indeks dolar AS (DXY) naik ke level tertinggi dua pekan setelah Trump memastikan tarif 25 persen pada barang Meksiko dan Kanada, serta tambahan 10 persen pada impor China, tanpa penundaan lebih lanjut.
"Pasar kini mulai mempertimbangkan tarif berikutnya, seperti pada produk mobil dan semikonduktor," kata Kepala Strategi Makro Asia di Sumitomo Mitsui Banking Corporation, Jeff Ng.
Menurut Ng, kebijakan ini berpotensi menekan mata uang negara dengan ekonomi terbuka seperti Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Rupiah melemah 0,8 persen ke Rp16.574 per USD pada Jumat (28/2/2025), ke level terendah sejak Maret 2020. Rupiah membukukan pelemahan bulanan kelima secara beruntun.
Wait and See
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai sejumlah sentimen negatif menekan IHSG hari ini, di antaranya penguatan dolar Amerika Serikat (AS), penurunan laba BBRI sebesar sekitar 50 persen pada laporan per Januari 2025 (1M25), serta potensi arus keluar asing yang besar akibat cum date indeks global MSCI.
"IHSG secara teknikal sudah breakdown [menembus] level 6.500. Support akan ada di 6.200 dengan target 6.000," ujar Michael saat dihubungi IDXChannel.com, Jumat (28/2/2025).
Michael menyarankan investor untuk bersikap wait and see, sembari memantau pergerakan pasar.
"Tidak perlu buru-buru belanja, karena harga saham untuk rebound membutuhkan waktu yang tidak singkat. Indonesia perlu gebrakan dari indikator ekonomi seperti GDP, PMI, dan inflasi untuk mengundang minat investor terhadap bursa kita," katanya.
Senada, Founder WH Project William Hartanto berpendapat, pelemahan IHSG saat ini dipicu oleh rentetan sentimen negatif. Beberapa faktor yang dinilai fatal adalah kasus korupsi serta penurunan peringkat dari MSCI yang memicu aksi jual asing.
"Untuk pergerakan secara teknikalnya, memang ada potensi [IHSG] ke 6.000, tapi support terdekat berada pada 6.286. Ada potensi technical rebound pada area ini, tapi belum menjadi titik balik untuk IHSG kembali ke tren menguat," ujar William, Jumat (28/2/2025).
Seperti Michael, William menyarankan investor menerapkan strategi wait and see mengingat tingginya risiko pasar saat ini.
Jika ingin melakukan trading buy, menurutnya, dapat memilih saham yang masih berada dalam tren naik dengan alokasi dana kecil. "Misalnya, di saham TAPG. Ini masih oke untuk alternatif trading di saat IHSG melemah,” katanya.
Informasi saja, MSCI mengonfirmasi seluruh perubahan dalam rebalancing kali ini berlaku mulai penutupan perdagangan 28 Februari 2025 dan efektif pada 3 Maret 2025. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.