OJK Pantau Perkembangan Sektor Keuangan Pasca Tarif Trump Berlaku

8 hours ago 3

Jakarta -

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menanggapi terkait tarif yang dikenakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Indonesia sebesar 32%. Tarif tersebut berlaku mulai 1 Agustus 2025.

Mahendra mengatakan OJK terus mencermati dengan seksama perkembangan sektor jasa keuangan akibat pengenaan tarif Trump. Menurut Mahendra, sebagai tahap awal, reaksi pasar keuangan berbeda dibandingkan saat pengumuman tarif Trump pada Maret-April lalu.

"Terkait dengan satu hal tersendiri yang saya lihat saat ini sedang berkembang, yaitu bagaimana respons terhadap pengumuman pengenaan tarif sepihak oleh Amerika Serikat kepada berbagai negara, termasuk Indonesia. Tentu kita semua mencermati dengan seksama perkembangan ini dan terlihat bahwa di tahap awal ini reaksi dari pasar keuangan berbeda dibandingkan dengan bulan Maret dan April yang lalu," kata Mahendra saat konferensi pers yang disiarkan secara daring, Selasa (8/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahendra menerangkan saat ini reaksi pasar keuangan relatif lebih terbatas. Mahendra menilai pasar keuangan lebih banyak mencermati serta mencerna tentang situasi yang terjadi.

"Pada saat ini relatif lebih terbatas dan mungkin masih lebih banyak mencerna terhadap apa yang terjadi. Sambil juga tentu melihat perkembangan yang akan berlangsung sampai tanggal 1 Agustus yang adalah tanggal ditetapkannya efektif per surat ataupun perkembangan terakhir dari posisi pemerintah Amerika Serikat yang tentu saja masih bisa berubah," tambah Mahendra.

Untuk menghadapi perkembangan yang cepat, Mahendra menegaskan OJK terus memantau secara cermat terhadap potensi dampak yang terjadi pada stabilitas sektor jasa keuangan secara nasional. Tidak hanya itu, OJK juga telah melakukan langkah-langkah mitigasi dan tanggapan yang tepat dengan perkembangan pasar keuangan.

"Seperti pada bulan Maret dan April sebagai respon terhadap volatilitas yang signifikan di pasar keuangan domestik kita, maka OJK dan Bursa telah melakukan serangkaian kebijakan antisipatif dan mitigatif yang pada saat itu diterapkan dan masih berlaku sampai saat ini. Sebagiannya lagi dapat diaktivasi sewaktu-waktu diperlukan kebijakan yang terkait dengan transaksi efek, kebijakan terkait pengelolaan investasi maupun stimulus dan relaksasi bagi pelaku industri dapat diterapkan sewaktu-waktu," terang Mahendra.

Mahendra menerangkan ada beberapa kebijakan yang terus berlaku, seperti pembelian kembali buyback saham oleh emiten tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta kebijakan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling oleh perusahaan efek. Sementara, penerapan fitur Asymmetric auto rejection (AAR) di Bursa juga tetap berlaku secara permanen.

Selain itu, OJK juga sejak Maret-April lalu telah meminta lembaga jasa keuangan di seluruh bidang untuk proaktif melakukan assessment risiko, melakukan stress test secara berkala atas ketahanan permodalan dan kecukupan likuiditas termasuk memantau kinerja debitur di sektor-sektor yang berpotensi terdampak dari penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat. Hal ini dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko serta tata kelola yang baik oleh lembaga jasa keuangan.

"Secara menyeluruh tentu OJK dibawa koordinasi oleh pemerintah tentu akan ikut dalam merumuskan ketetapan ataupun posisi resmi Indonesia dan juga tentu secara proaktif dikoordinasikan oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan langkah-langkah mitigasi yang lebih menyeluruh yang sedang dan mungkin akan diambil terkait industri-industri tertentu maupun perekonomian secara menyeluruh," tambah Mahendra.

Tonton juga "Surat Trump Ke Prabowo: RI Tetap Kena Tarif 32%" di sini:

(rea/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |