Dalam lanskap transisi energi nasional, dua nama mencuat sebagai pemimpin panas bumi (geothermal): PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan Star Energy.
Mengintip Duel Raksasa Geotermal: PGEO Vs Anak BREN (Star Energy). (Foto: Star Energy)
IDXChannel – Dalam lanskap transisi energi nasional, dua nama mencuat sebagai pemimpin panas bumi (geothermal): PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan Star Energy Geothermal, anak usaha dari Barito Renewables Energy Tbk (BREN) besutan Prajogo Pangestu.
Keduanya sama-sama agresif memperluas kapasitas dan memperkuat posisi sebagai pilar energi bersih Indonesia.
Per Juni 2025, PGEO mencatatkan diri sebagai pemilik kapasitas terpasang terbesar di Indonesia, yakni 1.877 Megawatt (MW). Dari jumlah itu, 672,5 MW dikelola langsung, sementara 1.205 MW dikembangkan bersama mitra. Produksi listrik panas bumi PGEO sepanjang 2024 mencapai 4.827,22 GWh, dan ditopang oleh proyek-proyek utama di Kamojang, Lahendong, serta Lumut Balai.
Sementara dari sisi ekspansi, Star Energy—lewat BREN—menunjukkan manuver yang tak kalah ambisius. Saat ini, Star Energy mengoperasikan total kapasitas pembangkitan sebesar 886 MW, berasal dari tiga lapangan utama: Wayang Windu (230,5 MW), Salak (201 MW), dan Darajat (219,5 MW), ditambah kapasitas uap yang dikontrak dari dua lapangan lainnya. (Lihat tabel di bawah ini.)
PGEO
PGEO terus menunjukkan ambisi besarnya dalam memperkuat peran sebagai penggerak utama energi bersih nasional. Anak usaha Pertamina ini optimistis dapat meningkatkan kapasitas terpasang mandiri menjadi 1 GW dalam dua tahun ke depan, dan 1,7 GW pada 2033.