Membandingkan Sehari Rp1000 ala KDM dan Kencleng Rp22 Miliar di Ciamis

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menginisiasi gerakan berdonasi Rereongan Poe Ibu atau Sehari Rp 1000 yang bertujuan untuk mengajak aparat sipil negara (ASN), siswa sekolah, hingga warga menyisihkan Rp 1000 per hari. Gerakan ini lahir lewat Surat edaran bernomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) (gerakan bersama-sama sehari seribu). Surat tersebut dibuat tertanggal 1 Oktober 2025.

Dalam surat edaran tersebut dijelaskan merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bahwa masyarakat memiliki peran dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesetiakawanan sosial, dan kearifan lokal.

Pemprov Jabar menginisiasi program partisipatif gerakan rereongan Sapoe Sarebu yang berlandaskan gotong royong, serta kearifan lokal silih asah, silih asih, dan silih asuh. Gerakan ini menjadi wadah donasi publik resmi untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang sifatnya darurat dan mendesak.

Menurut KDM, dana dari gerakan tersebut akan diperuntukkan bagi pelayanan warga untuk tiga aspek yakni pendidikan, kesehatan, hingga masalah hukum. 

Tidak sedikit kalangan bersuara menolak ajakan tersebut. Salah seorang warga Kota Bandung Rivaldi (23 tahun) mengaku keberatan dengan gerakan sehari seribu bagi ASN, siswa sekolah, atau masyarakat umum. Sebab yang berkewajiban membantu masyarakat tidak mampu adalah pemerintah.

"Menurut saya tidak etis karena seharusnya kewajiban membantu masyarakat tidak mampu adalah pemerintah, bukan malah minta dari masyarakat lagi, jadi kaya uang dari masyarakat, pemerintah yang (harusnya) memberi untuk masyarakat tidak mampu," ucap dia, Sabtu (4/10/2025).

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, menilai gerakan itu sebagai bentuk pungutan liar (pungli) yang diformalkan oleh pemerintah. Pasalnya, kebijakan itu dibuat tanpa adanya konsultasi dengan publik. Besaran nilai uang Rp1.000 yang diminta pun tidak jelas dasar hukumnya. Tak hanya itu, penggunaan hasil sumbangan itu juga belum jelas.

"Ujung-ujungnya cuma itu pungli, kan, pungli yang diformalkan. Penggunaannya, manfaatnya, belum jelas," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (6/10/2025).

Trubus menilai, pemerintah tidak bisa meminta sumbangan kepada masyarakat. Meski bersifat sukarela, hal itu tidak berhak dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya, rakyat telah membayar pajak, juga memberikan retribusi, kepada pemerintah untuk mengurus permasalahan sosial.

Keberatan itu ia sampaikan mengingat warga sudah dibebani oleh pajak. Termasuk saat ini dibebani donasi Rp 1.000 per hari yang dianggap keberatan. "Masyarakat juga sudah dibebankan pajak, sekarang tambah lagi ada kaya urunan 1.000, keberatan kalau saya. Harusnya dikaji ulang," ungkap dia.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |