Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas usai memenuhi panggilan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). Yaqut Cholil Qoumas dimintai keterangan selama sekitar lima jam terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berupaya membuka tabir di balik perkara penyelenggaraan dan pembagian kuota haji tambahan di Kementerian Agama (Kemenag) pada 2024. KPK belum berhenti memanggil para saksi yang dianggap mengetahui perkara itu.
"KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Rabu (17/9/2025)
KPK mengagendakan pemanggilan lima saksi pada hari ini menyangkut kuota haji tambahan. Mereka adalah mantan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Jaja Jaelani; PNS Kemenag Ramadan Harisman; mantan Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan dan Haji Khusus M Agus Syafi; mantan Analis Kebijakan pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Abdul Muhyi; dan mantan Direktur Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin.
Mereka merupakan pejabat Kemenag ketika Yaqut Cholil Qoumas berstatus menteri agama. Keterangan mereka dinilai penting guna membuka terang perkara ini.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujar Budi.
Hingga saat ini, KPK masih merahasiakan materi pemeriksaan terhadap para saksi. Mereka diharapkan kooperatif memenuhi panggilan KPK.
KPK mengklaim segera mengumumkan tersangka dalam perkara kuota haji tambahan 2024 di Kemenag. Hanya saja, KPK belum mengungkap secara pasti kapan pengumuman itu dilakukan.
"Terkait dengan perkara kuota haji, kami sampaikan juga bahwa KPK akan segera menyampaikan update penyidikannya termasuk menyampaikan pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Budi Prasetyo.
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.
KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.
KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.