Timur Tengah terus bergejolak sepanjang 2024. Tidak hanya Palestina dan Israel, konflik juga terjadi di Lebanon, Iran, Yaman, dan Suriah.
Konflik Tak Kunjung Henti di Timur Tengah. (Foto: MNC Media)
IDXChannel - Timur Tengah terus bergejolak sepanjang 2024. Tidak hanya Palestina dan Israel, konflik juga terjadi di Lebanon, Iran, Yaman, dan Suriah.
Krisis Gaza yang pecah pada akhir 2023 semakin meluas tahun ini. Di penghujung 2024, dunia dikejutkan dengan jatuhnya rezim Bashir al-Assad di Suriah.
Berikut rangkuman panasnya geopolitik di Timur Tengah sepanjang 2024:
1. Krisis Gaza Berlanjut
Israel terus membombardir Gaza sepanjang 2024. Total korban tewas akibat serangan negara zionis tersebut di Gaza mencapai lebih dari 45 ribu orang, sekitar dua persen dari total populasi wilayah Palestina tersebut.
Selain itu, lebih dari 100 ribu warga Gaza mengalami luka-luka. Jutaan lainnya menghadapi ancaman kelaparan dan penyebaran penyakit karena hancurnya seluruh infrastruktur.
Bank Dunia melaporkan bahwa ekonomi Gaza anjlok hingga 86 persen pada paruh pertama 2024 akibat invasi Israel. Harga pangan melonjak 400 persen dan biaya energi menanjak 200 persen karena Israel menghalangi akses distribusi bahan pokok dan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Di sisi lain, krisis Gaza juga menekan ekonomi Israel. Sebagian besar lembaga pemeringkat kredit menurunkan peringkat utang negara zionis tersebut tahun ini.
Hamas mengalami banyak kemunduran pada 2024. Setelah pemimpinnya Ismail Haniyeh dibunuh Israel pada Juli 2024, penggantinya Yahya sinwar tewas terbunuh beberapa bulan setelahnya.
Meski Israel meraih kemajuan di medan pertempuran, reputasinya hancur di dunia internasional. Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas keterlibatannya dalam krisis kemanusiaan di Gaza.
Selain Netanyahu, ICC juga memerintahkan penangkapan mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant dan sejumlah pemimpin Hamas.
Surat perintah penangkapan ICC menjadi pukulan telak bagi Tel Aviv. Menurut hukum internasional, negara anggota ICC wajib menangkap Netanyahu jika dia menginjakkan kaki di wilayah mereka.
Sejumlah negara Eropa yang memiliki kedekatan dengan Israel telah menyatakan akan mematuhi perintah ICC. Beberapa negara besar seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Rusia bukanlah anggota pengadilan internasional tersebut sehingga tidak wajib menahan Netanyahu.
Sementara itu, negosiasi gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas belum menunjukkan titik terang. Perundingan yang digelar pertengahan Desember 2024 berakhir buntu.
Bergantinya kepemimpinan di Amerika Serikat (AS) mungkin dapat memecah kebuntuan negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Donald Trump yang dikenal sebagai pendukung kuat Israel akan menggantikan Joe Biden sebagai presiden AS pada Januari 2025.
2. Israel Lawan Hizbullah, Houthi, dan Iran
Selain dengan Hamas di Gaza, perseteruan Israel dengan Iran dan sekutunya juga memanas di 2024, termasuk dengan kelompok Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman.
Sepanjang 2024, Iran dan Israel tercatat beberapa kali saling serang. Namun, gesekan ini tidak berkembang menjadi perang langsung skala besar.
Pada April 2024, Israel mengebom kompleks Kedutaan Iran di Suriah. Beberapa hari kemudian, Tehran menembakkan ratusan drone dan rudal ke wilayah Israel sebagai pembalasan.
Pada September 2024, Israel melakukan invasi darat ke Lebanon selatan, basis Hizbullah. Serangan udaranya juga menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.
Pada awal Oktober 2024, Tehran kembali menembakkan ratusan rudal ke wilayah Israel untuk membalas kematian pimpinan Hizbullah dan Hamas. Di akhir bulan, Israel merespons serangan rudal Iran dengan menyerang sejumlah wilayah Negeri Mullah tersebut.
Di Laut Merah, Houthi terus menyerang kapal-kapal yang melintas sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan Palestina. Secara keseluruhan, kelompok itu merusak puluhan kapal, membajak sepasang kapal, dan menenggelamkan dua lainnya.
Kelompok itu juga beberapa kali meluncurkan rudal ke wilayah Israel. Sebagai pembalasan, Tel aviv melancarkan serangan udara ke wilayah Yaman yang dikuasai Houthi.
3. Akhir Rezim Assad di Suriah
Ketika dunia fokus pada krisis di Gaza, komunitas internasional dikejutkan dengan jatuhnya rezim Bashir al-Assad di Suriah. Peristiwa tersebut mengakhiri perang saudara di Negara Arab tersebut yanng telah berlangsung selama belasan tahun.
Hal ini juga menandai berakhirnya dinasti Assad di Suriah yang telah memimpin negeri itu dengan tangan besi selama sekitar setengah abad.
Kubu pemberontak yang dipimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) memulai serangan besar-besaran pada akhir November 2024. Mereka dengan cepat merebut kota-kota seperti Aleppo dan Homs.
Pada awal Desember 2024, kubu pemberontak mengepung ibu kota Damaskus dan tak lama kemudian merebutnya. Assad melarikan diri ke luar negeri dan mendapat suaka di Rusia.
Pemerintahan transisi dibentuk seusai tergulingnya Assad. Pemimpin HTS Ahmed Hussen al-Shar'a yang juga dikenal dengan julukan Abu Muhammad al-Julani menjadi pemimpin de fakto Suriah.
Meski terkenal sebagai tokoh radikal, Julani berjanji untuk melindungi kelompok minoritas. Dia juga bersumpah membawa Assad dan anteknya ke meja hijau. (Wahyu Dwi Anggoro)