Jakarta -
Karangan bunga beserta ucapannya menemani perjalanan hidup masyarakat baik suka maupun duka. Begitu juga bagi Irwan Yusuf yang telah 32 tahun menekuni bisnis karangan bunga. Jutaan ucapan telah ia rangkai melalui karangan bunga, namun kini usahanya tak sesukses dulu.
Awalnya Irwan datang ke Jakarta tanpa berbekal pengalaman, beruntung ia memijakkan kakinya di Kawasan Tebet Barat di sana ia memulai karirnya sebagai perangkai bunga papan. Kala itu ia belajar sedikit demi sedikit, kawasan yang memang menjadi pionir usaha karangan bunga itu tengah dibanjiri orderan.
"Saya ke Jakarta tahun 1993 diajak sama teman, namanya saat itu nganggur ya ikut aja. Ke sini tak ada pengalaman jadi otodidak aja dari nol, kita ngeliat dulu orang kerja kalau dulu kan kembang banyak mas, peminatnya banyak harga murah," cerita Irwan saat ditemui detikcom di Ira Florist, Tebet, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Irwan menyebut dari modal membuat bunga papan hanya 30 persen dari harga sehingga keuntungan bisa mencapai 70 persen, saat itu untuk membeli bahan-bahan masih terbilang murah dan pelanggan pun banyak.
Tahun demi tahun, keterampilan Irwan kian meningkat ia akhirnya mendapat tawaran untuk terbang ke Arab Saudi dan bekerja di sana. Tanpa berpikir panjang, tawaran itu ia terima pada tahun 1999 sebagai pekerja bunga. Irwan menyebut kala itu negara Arab Saudi sangat menggemari bunga sehingga skil yang ia punya sangat dibutuhkan, Irwan juga sempat memperpanjang visa di sana dan kembali setelah empat tahun. Sebelum kembali ke Indonesia Irwan sempat menunaikan ibadah haji.
"Alhamdulillah saya kerja di Arab ya masih di kembang juga tahun 1999. Ada tawaran kerja di luar pas kerja di bidang bunga, apalagi di sana mas di kampungnya aja kembang udah kaya apaan kalau dia memang mengutamakan bunga. Jadi saya kerja pengen adu nasib cari pengalaman di sana dapet empat tahun tapi dua kali pulang, di sana kalau kita udah dipercaya nggak boleh pulang suruh diperpanjang terus," lanjut Irwan.
Pulang ke tanah air ia lantas meminang pujaan hatinya, usai menikah Irwan dipercaya oleh mertuanya untuk meneruskan usaha kios bunga tersebut. Perjalanan usaha bunga kala tahun 2004 memang masih bagus, namun gejolak baru terjadi saat Pandemi COVID-19. Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan peresmian, pernikahan dan lain-lain yang memang menjadi sumber pemasukannya harus terhenti.
Akibatnya Irwan harus hidup dari uang tabungan yang disimpan selama berjualan karangan bunga, dua tahun dilanda pandemi tabungan pun harus terkikis. Hal itu juga diperparah dengan langkah Irwan yang ikut - ikutan bermain crypto tanpa berbekal ilmu, saat Pandemi mereda ia lantas mendatangi kantor Unit BRI Tebet Barat untuk menanyakan skema KUR.
"Sekitar habis COVID-19, karena kan ekonomi habis hancur lah jadi ya ngajuin KUR buat modal. Sebelum itu saya pernah pinjam di bank lain cuma kan di sana bunganya gede, kalau UMKM di BRI kan kecil bunganya jadi saya langsung ke kantor BRI nanyain ada KUR apa nggak," lanjut Irwan.
Saat itu Irwan mendapatkan suntikan modal untuk bangkit membangun usahanya kembali dengan dana KUR senilai Rp 20 juta, uang itu menjadi pondasi kembali saat ada orderan yang akan datang.
"Rp 20 juta buat modal usaha buat beli-beli bunga buat apaan aja, setelah dapat KUR pemesanan sudah lumayan ada lagi, pemasukan ada lagi yang pesan cuma nggak sebanyak yang sebelum COVID-19. Nanjak-nanjak (pesanan) tapi ada masalah kaya mau apa ya tahun baru gitu, turun lagi cuma ya lumayan buat pondasi," ujar Irwan.
Memang bisnis karangan bunga ini setelah adanya Pandemi sulit untuk mencapai top performanya, hal itu ditenggarai oleh banyaknya saingan. Kini kita dengan mudah mendapati kios karangan bunga di pinggir jalan, padahal di Jakarta sentra awalnya hanya ada di beberapa titik seperti Barito, Tebet, Cikini dan Rawa Belong sebagai sentra bahan bakunya.
Banyaknya pengrajin karangan bunga turut disertai dengan perang harga, bahan baku yang juga semakin mudah di dapat membuat warga bisa membuka usaha karangan bunga ini bahkan dari rumah. Kini karangan bunga bisa sangat terjangkau, di toko online karangan bunga sudah dijual mulai dari Rp 300 ribu, dengan harga itu toko-toko seperti Ira Florist harus tertekan biasanya Irwan mematok harga mulai dari Rp 500 ribu.
"Jualan di online mereka kecil banget harga Rp 300 - 400 ribu ada, jadi nggak masuk juga dengan harga kita. Mungkin karena mereka punya transportasi sendiri dan rumahan jadi bisa ambil untung tipis, tapi kalau kita udah nggak masuk, udah nggak kebagian untungnya," lanjut Irwan.
Padahal saat masa jayanya, Irwan bisa mengumpulkan uang hingga Rp 40 juta dalam satu bulan. Dengan omzet itu ia bisa membuka lapangan pekerjaan hingga lima karyawan untuk membantunya merangkai bunga, diketahui kala itu untuk membuat satu papan bunga membutuhkan waktu hingga dua jam karena seluruh huruf dikerjakan manual.
Kebetulan salah satu karyawan Irwan yang masih bertahan mempraktikkan cara pembuatan huruf-huruf dengan menggunakan cutter. Namanya Surya, pria asal Medan itu menyebut proses pembuatan satu papan bunga harus dikerjakan secara tim terlebih era 90an belum terdapat mesin. Hanya saja saat ini dengan dibantu mesin satu papan bunga bisa dikerjakan dalam waktu satu jam.
"Sebelum pakai alat, kita pakai cutter manual dan memakan waktu. Semakin kesini mengejar waktu kalau dulu bikin papan ini sampai 4 jam dengan 3 orang, saat ini 1 jam harus dikejar karena sudah ada teknologi yang canggih," ujar Surya.
Dengan dibantu teknologi para pengusaha papan bunga bisa mengerjakan dengan cepat, namun harga yang ditawarkan kini sangat bersaing. Keuntungan yang tipis membuat mereka harus banyak mendapatkan pesanan. Padahal saat awal mula Surya terjun ke usaha ini mereka saling mengadu kreatifitas, Surya juga sempat mendapat juara 3 lomba papan bunga di Rawa Belong tahun 2003.
"Jadi sekarang pembuatan efisien dan simpel, tapi sekarang kuantiti dikejar harga dijatuhin, kalau dulu kita dapat order bunga papan 10 sudah bagus kalau sekarang harus lebih," lanjut Surya.
Mengetahui hal itu para pedagang bunga papan kini membuat paguyuban bernama Florist Indonesia Community (FIC) untuk saling bertukar pikiran dalam memajukan usaha ini, mereka yang masih bertahan kini mengandalkan relasi satu sama lain. Tak jarang mereka melakukan orderan lintas daerah karena paguyuban ini sudah tersebar ke berbagai pulau di Indonesia.
Usaha karangan bunga yang telah ada di Indonesia sejak tahun 1970 an kini semakin menjamur, keberadaannya hingga saat ini terus menghiasi sekitaran titik suka maupun duka dengan kreatifitas para pengrajinnya.
(hns/hns)