REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta turun tangan melakukan penyidikan baru untuk mengusut korupsi izin pertambangan nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat ini lebih berani, dan punya pengalaman keberhasilan dalam pengusutan kasus-kasus korupsi di sektor-sektor pertambangan.
Desakan tersebut menyusul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyidikan korupsi senilai Rp 2,7 triliun dalam pemberian izin pertambangan nikel di Konawe Utara. Padahal, KPK dalam pengusutan kasus tersebut sudah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (ASW) sebagai tersangka sejak 2017.
Kasus tersebut tak berujung pada penahanan tersangka, pun ke peradilan. KPK malah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidkan (SP3).
“Kami (MAKI) mendorong, agar Kejaksaan Agung mengambil alih penyidikan kasus tersebut dengan melakukan penyidikan baru terkait korupsi perizinan pertambangan nikel di Konawe Utara itu,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, kepada Republika, Kamis (25/12/2025).
Menurutnya, Jampidsus saat ini lebih berani daripada KPK dalam mengungkap kasus-kasus korupsi pertambangan. Keberanian tim penyidikan di Jampidsus itu, kata Boyamin, berakhir dengan keberhasilan.
“Selama ini, sudah terbukti bahwa Kejaksaan Agung lebih canggih, lebih berani dalam melakukan pengusutan korupsi, terutama korupsi-korupsi yang ada di sektor-sektor pertambangan. Selama ini juga kita sudah melihat bahwa kejaksaan lebih berhasil dalam membongkar kasus-kasus korupsi yang skalanya besar,” kata Boyamin.
Dia mencontohkan keberhasilan Jampidsus dalam mengusut korupsi di sektor pertambangan timah di Bangka Belitung yang terbukti di pengadilan merugikan keuangan negara dan kerugian lingkungan setotal Rp 300 triliun.
Jampidsus di Kejagung, kata Boyamin, selama ini jgua kerap berhasil menangani kasus-kasus korupsi yang awal pelaporan, dan penyelidikan, maupun penyidikannya juga dilakukan KPK.
“Selama ini, kita juga sudah melihat, bahwa Kejaksaan lebih berhasil dalam membongkar kasus-kasus korupsi besar, yang kasusnya itu juga sebenarnya ditangani oleh KPK tetapi tidak pernah berhasil,” ujar Boyamin.
Dia mencontohkan kasus-kasus tersebut, seperti menyangkut skandal korupsi di Jiwasraya yang terbukti di pengadilan merugikan negara Rp 16,8 triliun, dan Asabri yang ketok hakim merugikan negara Rp 22,7 triliun.
KPK juga pernah menangani kasus korupsi alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group yang menyeret Surya Darmadi alia Apeng.
Tetapi KPK, pun malahan menerbitkan SP3 dalam kasus tersebut. Jampidsus mengambil alih pengusutan kasus tersebut dan berhasil menjebloskan Surya Darmadi ke penjara selama 16 tahun dalam kasus yang sama, pun dihukum mengganti kerugian negara setotal Rp 41,9 triliun.
“Kasus-kasus itu kan sebenarnya pernah ditangani di KPK, tetapi yang berhasil menangani itu justeru di Kejaksaan Agung. Karena itu kami mendorong agar Kejaksaan, juga masuk untuk menangani kasus perizinan tambang nikel di Konawe Utara ini. Karena kejaksaan sekarang ini lebih canggih ketimbang KPK, dan sudah terbukti Kejaksaan Agung lebih berhasil dalam menangani kasus-kasus korupsi pertambangan, seperti kasus timah itu,” ujar Boyamin.
.png)
4 hours ago
3








































