M. Aflah Abiyyu
Info Terkini | 2025-10-13 09:32:15

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah sejatinya merupakan salah satu langkah positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya anak-anak sekolah. Tujuan utamanya sangat mulia, yaitu memastikan generasi muda bisa mendapatkan asupan gizi yang cukup agar tumbuh sehat, cerdas, dan produktif kedepannya. Namun, belakangan ini adanya kasus keracunan yang terjadi di beberapa daerah akibat program tersebut yang menimbulkan tanda tanya besar. Siapa yang patut disalahkan? Pemerintah sebagai penggagas, atau pihak dapur sebagai pelaksana di lapangan?
Kasus ini memunculkan dua sisi pandang yang sama-sama memiliki dasar. Di satu sisi, pemerintah sebagai penyelenggara utama tentu memikul tanggung jawab moral dan administratif atas setiap hal yang terjadi di bawah programnya. Ketika masyarakat mendengar kata "program pemerintah" otomatis yang terbayang adalah jaminan keamanan dan kualitas yang sudah teruji. Maka, wajar jika publik mempertanyakan sejauh mana pemerintah melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan distribusi makanan tersebut.
Namun, di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata bahwa dapur atau pihak penyedia makanan juga memiliki peran krusial. Mereka adalah ujung tombak yang berhubungan langsung dengan bahan baku, proses memasak, dan penyajian makanan. Apabila terjadi kesalahan dalam pengolahan, misalnya bahan yang tidak segar, proses memasak yang tidak higienis, atau tempat penyimpanan yang salah, maka risiko keracunan sangat mungkin terjadi. Dalam hal ini, kelalaian dapur jelas menjadi faktor penyebab utama.
Masalah utama mungkin bukan sekedar siapa yang bersalah, melainkan bagaimana sistem pengawasan tersebut dijalankan. Apakah pemerintah hanya berfokus pada target distribusi tanpa memperhatikan standar kualitas di lapangan? Apakah pelatihan dan sertifikasi bagi pengelola dapur sudah memadai? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena kejadian seperti ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap program sosial yang sebenarnya sangat bermanfaat.
Kita harus ingat bahwa keberhasilan sebuah program tidak hanya diukur dari ide besar atau jumlah penerima manfaat, tetapi juga dari pelaksanaan yang disiplin dan terstandar. Pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan mutu dan memberikan panduan yang jelas bagi setiap pihak yang terlibat dalam penyediaan makanan. Di sisi lain, penyediaan makanan harus memiliki kesadaran tinggi terhadap tanggung jawab moral dan sosialnya. Makanan yang disajikan bukan sekadar porsi gizi, melainkan juga bentuk dari kepercayaan masyarakat.
Kasus keracunan MBG seharusnya bukan menjadi ajang untuk saling menyalahkan. Pemerintah perlu mengevaluasi sistemnya, sementara pihak dapur harus berbenah agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Di atas semua itu, keselamatan dan kesehatan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama. Sebab, niat baik dalam bentuk program sosial tidak akan berarti apa-apa jika pelaksanaannya justru membahayakan mereka yang ingin dibantu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.