tim | CNN Indonesia
Kamis, 20 Mar 2025 08:21 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Pasukan militer Israel meluncurkan operasi darat di Jalur Gaza, Palestina, untuk merebut kembali Koridor Netzarim.
Koridor Netzarim adalah wilayah perbatasan yang membagi antara Gaza utara dan selatan.
Pada Rabu (19/3), militer Zionis menyatakan perebutan Koridor Netzarim untuk memperluas "zona keamanan dan menciptakan penyangga parsial antara Gaza utara dan selatan".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serangan ini dilancarkan setelah Israel kembali menyerang Gaza pada Selasa (18/3) dini hari yang menewaskan lebih dari 400 orang, termasuk 183 anak-anak dan 94 perempuan.
Kepala departemen pencatatan Kementerian Kesehatan Gaza, Zaher Al-Waheidi, mengatakan serangan itu merupakan yang paling mematikan sejak dimulainya perang.
Serangan-serangan Israel pada hari berikutnya telah menambah korban jiwa di Palestina hingga sebanyak 20 orang. Jumlah korban tewas pun menjadi 436 orang dalam 48 jam.
"Kehadiran militer Israel di wilayah itu setara dengan invasi darat. Hal itu diperjelas oleh pernyataan militer Israel. Wilayah itu akan menjadi bagian dari titik awal atau titik peluncuran bagi pasukan pendudukan melancarkan operasi militer di wilayah tersebut," kata jurnalis Al Jazeera Hani Mahmoud.
Israel meluncurkan serangan di Gaza di tengah gencatan senjata yang mestinya berlanjut ke fase kedua.
Namun, alih-alih lanjut ke fase kedua, Israel justru ingin fase pertama diperpanjang dan semua sandera dibebaskan selama perpanjangan waktu itu.
Hamas menolak memperpanjang fase pertama karena ingin tetap pada kesepakatan awal. Penolakan Hamas inilah yang dijadikan dalih oleh Israel meluncurkan serangan kembali ke Gaza.
"Mengapa kami harus mengajukan proposal sementara sudah ada perjanjian yang ditandatangani dengan pihak-pihak internasional yang bertindak sebagai penjamin?" kata penasihat media untuk kepala biro politik Hamas, Taher Al Nono, kepada Al Jazeera.
"Ada pula resolusi Dewan Keamanan [Perserikatan Bangsa-Bangsa]. Kami telah menanggapi secara positif semua upaya yang dilakukan. [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu-lah yang menarik diri dari perjanjian tersebut. Netanyahu-lah yang menutup mata terhadapnya. Oleh karena itu, Netanyahu-lah, bukan Hamas atau kelompok perlawanan, yang harus ditekan untuk mematuhinya," tegas dia.
(rds/rds)