Harga Minyak Turun 1 Persen, Dipicu Kekhawatiran Tarif dan Surplus Pasokan

7 hours ago 2

Harga minyak turun lebih dari 1 persen pada Kamis (13/3/2025) di tengah kekhawatiran pasar terhadap kondisi ekonomi makro.

 Freepik)

Harga Minyak Turun 1 Persen, Dipicu Kekhawatiran Tarif dan Surplus Pasokan. (Foto: Freepik)

Harga Minyak Turun 1 Persen, Dipicu Kekhawatiran Tarif dan Surplus Pasokan

IDXChannel - Harga minyak turun lebih dari 1 persen pada Kamis (13/3/2025) di tengah kekhawatiran pasar terhadap kondisi ekonomi makro.

Para pelaku pasar mencemaskan dampak perang tarif antara Amerika Serikat dan negara lain terhadap permintaan global, serta ketidakpastian akibat usulan AS terkait gencatan senjata Rusia-Ukraina.

Harga minyak mentah Brent turun 1,10 persen ke level USD70,13 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) merosot 1,30 persen menjadi USD66,82 per barel.

Badan Energi Internasional (IEA) melaporkan, pasokan minyak global bisa melampaui permintaan sekitar 600.000 barel per hari tahun ini. Permintaan global kini diproyeksikan hanya naik 1,03 juta barel per hari, atau lebih rendah 70.000 barel dibanding perkiraan bulan lalu.

Laporan itu menyebut kondisi makroekonomi yang memburuk, termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan, sebagai faktor utama di balik penurunan proyeksi permintaan.

Pada Kamis, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 200 persen untuk anggur, cognac, dan produk alkohol lain dari Eropa. Langkah ini dinilai memicu kekhawatiran investor terhadap hambatan perdagangan yang lebih ketat di pasar konsumen terbesar dunia.

Gejolak perdagangan telah mengguncang investor, konsumen, serta kepercayaan bisnis. Indeks saham AS mengalami pelemahan, yang turut menekan sentimen pasar minyak meski fundamental pasokan cukup mendukung, seperti data pemerintah yang menunjukkan persediaan minyak mentah dan bahan bakar lebih ketat dari perkiraan.

“Situasi ini menciptakan dinamika tarik-menarik,” kata analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn.

“Apakah pasar akan lebih fokus pada keseimbangan pasokan dan permintaan yang terlihat masih cukup positif, atau justru lebih khawatir terhadap dampak tarif?”

Presiden Lipow Oil Associates yang berbasis di Houston, Andrew Lipow, mengatakan bahwa kebijakan tarif menjadi faktor utama yang membebani ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak pada 2025.

“Ekspektasinya, tarif dan pembalasan tarif pada akhirnya akan berdampak pada permintaan,” ujarnya.

Pada Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kesiapannya menerima usulan AS untuk menghentikan pertempuran di Ukraina.

Namun, ia menegaskan bahwa gencatan senjata harus membawa perdamaian jangka panjang dan menyentuh akar permasalahan konflik. Meskipun demikian, analis UBS Giovanni Staunovo mengaku skeptis apakah gencatan senjata jangka pendek dapat meningkatkan pasokan minyak Rusia ke pasar global.

Di sisi lain, para analis Citi memperkirakan harga Brent pada paruh kedua 2025 berada di kisaran USD60 per barel, dengan mempertimbangkan komitmen Trump untuk menjaga harga minyak tetap rendah.

Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) melaporkan, produksi minyak mentah Kazakhstan mengalami lonjakan signifikan pada Februari, menjadikannya sebagai pendorong utama kenaikan produksi OPEC+.

Meski demikian, organisasi tersebut berupaya menegakkan kepatuhan terhadap target produksi yang telah disepakati, meski ada rencana untuk melonggarkan pemangkasan produksi.

Kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar jet yang melemah juga menekan pasar minyak. Analis JP Morgan mengungkapkan, data dari Transportation Security Administration (TSA) AS menunjukkan volume penumpang pesawat pada Maret turun 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya, setelah stagnasi pada Februari.

Namun, analis JP Morgan juga mencatat bahwa hingga 11 Maret, rata-rata permintaan minyak global mencapai 102,2 juta barel per hari, meningkat 1,7 juta barel per hari secara tahunan, melebihi proyeksi kenaikan sebelumnya sebesar 60.000 barel per hari.

Sementara itu, pasar kini memperkirakan adanya tambahan dua kali pemangkasan suku bunga di 2025.

“Data ini jelas menguntungkan Pemerintah AS, yang dapat berargumen bahwa inflasi tidak terlalu terdampak oleh tarif. Namun, perlu diingat bahwa hingga Februari, hanya China yang terdampak bea masuk. Jika perang dagang dengan mitra dagang lain semakin meningkat, dampak negatifnya bisa lebih besar,” kata PVM Oil Associates dalam laporannya. (Aldo Fernando)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |