Harga minyak mentah dunia mencatatkan kenaikan untuk pekan ketiga berturut-turut, mencapai level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Harga Minyak Naik 4 Persen Sepekan saat AS Perketat Sanksi Minyak Rusia. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Harga minyak mentah dunia mencatatkan kenaikan untuk pekan ketiga berturut-turut, mencapai level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Kenaikan tersebut seiring pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Joe Biden memperketat sanksi terhadap industri minyak Rusia. Sementara, permintaan bahan bakar pemanas meningkat akibat cuaca dingin yang ekstrem dan ancaman pembekuan produksi.
Kontrak berjangka (futures) minyak mentah Brent meningkat 3,7 persen menjadi USD79,6 per barel pada Jumat, level tertinggi sejak Oktober. Minyak Brent mencatatkan kenaikan mingguan sebesar 4,3 persen.
Sementara itu, futures minyak mentah WTI naik 3,6 persen menjadi USD76,57 per barel pada Jumat, dengan kenaikan mingguan sebesar 3,5 persen.
Melansir dari Trading Economics, Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi terhadap produsen minyak Rusia, termasuk Gazprom Neft dan Surgutneftegas, serta lebih dari 180 kapal, pedagang minyak, dan pejabat energi. Langkah ini bertujuan untuk membatasi perdagangan minyak Rusia sekaligus meningkatkan risiko geopolitik.
"Amerika Serikat mengambil langkah besar untuk menyerang sumber pendapatan utama Rusia dalam mendanai perang brutal dan ilegal melawan Ukraina,” ujar Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.
“Dengan tindakan ini, kami meningkatkan risiko sanksi yang terkait dengan perdagangan minyak Rusia, termasuk pengiriman dan fasilitasi keuangan yang mendukung ekspor minyak Rusia."
Sanksi tambahan ini berpotensi memperketat pasokan yang sudah tertekan oleh pengurangan produksi OPEC+ dan tingginya permintaan akibat suhu musim dingin yang ekstrem.
Langkah ini juga mengikuti keputusan operator pelabuhan besar di China pekan ini untuk melarang kapal tanker yang terkena sanksi dari Rusia dan Iran.
"Cuaca dingin di AS dan Eropa dapat mengganggu pasokan jika kilang terdampak, sementara permintaan untuk minyak pemanas secara alami meningkat. Penurunan stok distilat dalam beberapa minggu mendatang tidak bisa diabaikan. Penurunan ekspor minyak mentah Iran dan Rusia akibat sanksi memaksa China mencari alternatif yang sesuai," kata PVM Oil Associates.
Namun, menurut analis CIBC Private Wealth AS Rebecca Babin, reaksi terhadap sanksi dan cuaca ini cenderung bersifat sementara.
"Saya rasa kenaikan harga Brent di atas USD80 pada akhirnya akan tertekan kembali, mengingat kapasitas cadangan yang tersedia. Kita juga tahu bahwa jika harga terus naik, OPEC kemungkinan akan merespons dengan meningkatkan produksi."
Selain itu, suhu dingin di AS meningkatkan permintaan untuk bahan bakar pemanas, yang turut mendukung harga minyak.
Analis Goldman Sachs dan UBS memprediksi, kendala pasokan, termasuk dari Iran, serta perlambatan ekonomi global dapat menyebabkan fluktuasi harga minyak sepanjang 2025. (Aldo Fernando)