CNN Indonesia
Minggu, 16 Mar 2025 18:40 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Seorag remaja Palestina di Jalur Gaza, Sarah Al-Awady akhirnya berhasil mengeluarkan peluru karat yang bersarang selama empat bulan di kepalanya setelah insiden penembakan oleh pasukan Israel pada Oktober 2024 lalu.
Dalam wawancara dengan CBS News, Al-Awady mengatakan bahwa ia mendapat peluru yang bercokol di kepalanya ketika sedang duduk bersama keluarganya di pagi hari tanggal 22 Oktober 2024. Saat itu, kamp tempat mereka mengungsi di Al-Zawaida diberondong oleh drone quadcopter Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiba-tiba saya merasakan sakit di kepala saya, seperti dipukul dengan batang besi atau semacamnya," kata remaja perempuan usia 18 tahun itu kepada CBS News.
"Keluarga saya mulai berteriak, 'peluru, peluru!' Semua orang panik dan mereka menggendong saya dan membawa saya ke Rumah Sakit Shuhada al-Aqsa," ucapnya.
CBS News telah bertanya kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengenai penggunaan drone yang dilengkapi senjata di Gaza dan mengenai klaim Al-Awady bahwa ia terkena peluru saat berada di kamp.
Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (12/3), IDF menyebut pihaknya "mematuhi hukum internasional, dengan hanya menargetkan fasilitas militer dan mengambil tindakan pencegahan yang sesuai untuk mencegah bahaya pada sipil."
IDF mengaku tak bisa memberikan rincian tentang pesawat yang digunakan karena alasan keamanan. Militer juga menambahkan bahwa mereka tak bisa memberikan informasi mengenai klaim Al-Awady tanpa informasi spesifik mengenai waktu dan lokasi penembakan.
Pasca kejadian itu, Al-Awady dan keluarganya berupaya mencari pertolongan medis. Namun, karena kondisi perang yang mengakibatkan pasokan medis betul-betul menipis, para dokter hanya bisa melakukan apa yang mereka bisa dengan sisa-sisa peralatan yang ada.
Mereka bisa melihat bahwa ada peluru yang bersarang di tengkorak Al-Awady di belakang mata kanannya, namun mereka tak punya kapasitas untuk mengeluarkannya.
Al-Awady akhirnya diberitahu bahwa tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh para dokter di Gaza untuk membantunya.
Saat mendengar itu, Al-Awady menolak untuk menyerah. Ia bersikeras untuk tetap tinggal di rumah sakit demi menghindari infeksi karena jika tinggal di kamp, terlalu banyak debu di sana.
Al-Awady akhirnya tetap dirawat di rumah sakit dan mengandalkan obat penghilang rasa sakit untuk mengatasi sakit yang dideritanya di kepala.
Bersambung ke halaman berikutnya...