JAKARTA, iNews.id - Arti mokel di bulan puasa sering kali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, terutama di kalangan anak muda. Istilah ini merujuk pada tindakan membatalkan puasa secara sengaja, yang tentunya bertentangan dengan tujuan utama ibadah puasa itu sendiri.
Dalam konteks spiritual, puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan momen untuk meningkatkan ketakwaan dan kesadaran diri.
Baca Juga
Apakah Sholat Tahajud di Bulan Ramadhan Pakai Witir? Begini Hukum dan Penjelasannya
Dirangkum iNews.id dari berbagai sumber, berikut arti mokel di bulan puasa:
Arti Mokel di Bulan Puasa
Istilah mokel berasal dari bahasa Jawa yang berarti membatalkan puasa sebelum waktunya, biasanya dilakukan dengan sengaja seperti makan, minum, atau melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa.

Baca Juga
Hukum Ziarah Kubur Jelang Puasa Ramadhan? Simak Tata Cara dan Bacaan Doanya
Fenomena ini sering terjadi di kalangan masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun kini istilahnya semakin populer di seluruh Indonesia berkat media sosial.
Hukum Mokel dalam Islam

Baca Juga
Hukum Bersedekah Menyebutkan Nama, Termasuk Kesombongan?
Dalam Islam, membatalkan puasa tanpa alasan syar'i (uzur) seperti sakit atau perjalanan jauh dianggap sebagai pelanggaran. Orang yang mokel wajib mengganti puasanya (qadha) di lain hari. Bahkan, beberapa ulama mewajibkan kafarat berupa puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin untuk menebus dosa tersebut.
Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa mengganti satu hari puasa Ramadan yang ditinggalkan tanpa uzur tidak akan pernah setara dengan pahala puasa Ramadan itu sendiri.

Baca Juga
Arti Mokel dalam Bahasa Gaul, Populer Saat Bulan Puasa Ramadhan
Perbedaan Mokel dan Uzur Syar'i
Mokel: Dilakukan dengan sengaja karena malas atau tidak tahan lapar/haus. Biasanya dilakukan secara diam-diam.
Uzur Syar'i: Membatalkan puasa karena alasan yang dibenarkan agama, seperti sakit atau perjalanan jauh. Tidak menimbulkan dosa dan hanya perlu mengganti puasa di hari lain.
Seseorang yang dengan sengaja membatalkan puasanya di siang hari bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat telah melakukan pelanggaran, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap masyarakatnya.
Jika Anda ingin mengetahui tingkat keharaman dan besarnya dosa bagi orang yang merusak kehormatan bulan Ramadhan dengan membatalkan puasanya, baik dengan makan, minum, atau berhubungan badan, renungkanlah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu secara marfu’:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَنْ صَامَهُ
“…Barangsiapa membatalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan dan bukan karena sakit, maka dia tidak akan bisa menggantinya dengan puasa dahr (terus-menerus), meskipun dia melakukannya…”[Shahiih al-Bukhari dengan syarah-nya Fat-hul Baari (IV/161).
Diriwayatkan pula dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu bahwa beliau berkata:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ لَمْ يُجِزْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ، فَإِنْ شَاءَ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ.
“Barangsiapa tidak berpuasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan, maka tidak akan cukup baginya menggantinya dengan puasa sepanjang tahun hingga ia bertemu dengan Allah.
Jika Allah menghendaki, Dia akan mengampuninya, dan jika Allah menghendaki, Dia akan mengazabnya.”[Fat-hul Baari (IV/161)]
Hadis lain dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu menyebutkan:
بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ أَتَانِي رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعِي -عَضَدِيْ- فَأَتَيَا بِي جَبَلاً وَعِرًا...
“Ketika aku sedang tidur, dua orang laki-laki mendatangiku, lalu mereka menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang curam seraya berkata: ‘Naiklah.’ Aku menjawab: ‘Aku tidak sanggup.’ Mereka berkata: ‘Kami akan memudahkan untukmu.’ Kemudian aku mendaki gunung itu hingga sampai di puncaknya. Aku mendengar suara keras, lalu bertanya: ‘Suara apakah itu?’ Mereka menjawab: ‘Itu adalah jeritan penghuni Neraka.’ Kemudian aku melihat sekelompok orang yang tergantung dengan urat besar di tumit mereka, mulut mereka robek hingga mengalirkan darah. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka?’ Mereka menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum waktunya.’”[ Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (no. 995, I/420)]
Gambaran mengerikan ini menunjukkan betapa besar hukuman bagi mereka yang tidak menghormati kesucian bulan Ramadhan.
Mereka yang secara terang-terangan tidak berpuasa tanpa alasan akan digantung terbalik, dengan kaki di atas dan kepala di bawah, serta mulut mereka akan robek mengalirkan darah. Ini adalah peringatan keras bagi siapa saja yang meremehkan kewajiban puasa.
Allah telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dengan firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyaat: 56)
Para ulama menegaskan bahwa tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa alasan yang sah termasuk dosa besar. Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan bahwa dosa besar keenam adalah meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berpendapat bahwa seseorang yang tidak berpuasa tanpa alasan termasuk dalam kategori pelaku dosa besar.
Dalam hukum Islam, seseorang yang dengan sengaja tidak berpuasa tanpa alasan yang sah dapat dikenai sanksi dari pemerintah berupa penjara atau cambuk sebagai bentuk pencegahan agar tidak diikuti oleh orang lain.
Menurut Al-Qaffal, seseorang yang membatalkan puasa tanpa alasan yang benar harus mengqadha’nya dan tetap menahan diri sepanjang hari tersebut, sementara pemerintah berhak memberinya hukuman.
Syaikh al-Jaza’iri mengutip pernyataan Imam adz-Dzahabi bahwa seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan adalah lebih buruk dari seorang pezina dan lebih hina dari seorang peminum khamr. Bahkan, keislamannya diragukan dan dianggap sebagai kaum zindiq serta rusak.
Komite Fatwa Arab Saudi pernah ditanya mengenai seseorang yang melewatkan bulan Ramadhan tanpa berpuasa tetapi tetap menjalankan ibadah lain. Mereka menjawab bahwa puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam, dan meninggalkannya dengan sengaja merupakan dosa besar yang bahkan dianggap kufur oleh sebagian ulama.
Dia wajib bertaubat dengan tulus serta memperbanyak amal saleh, tetapi tidak diwajibkan mengqadha’ puasanya karena kesalahannya terlalu besar untuk ditebus dengan sekadar qadha’
Arti Mokel di bulan puasa mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesucian ibadah puasa sebagai salah satu rukun Islam yang utama. Membatalkan puasa dengan sengaja tanpa alasan syar’i bukan hanya melanggar aturan agama, tetapi juga menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap bulan suci Ramadan. Semoga kita semua dapat menjalankan ibadah puasa dengan penuh kesungguhan dan menjauhi perilaku seperti mokel yang dapat mengurangi nilai ibadah kita di hadapan Allah SWT.
Editor: Komaruddin Bagja