Siswa menyantap hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). SDN Pejaten Barat 01 Pagi mengambil langkah antisipatif dengan melibatkan komite orang tua murid untuk mengawasi proses pendistribusian MBG dari dapur SPPG hingga mengecek kualitas makanan.
REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Ahli pangan Universitas Jember (Unej) Dr Nurhayati memberikan tips untuk mengurangi risiko keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagaimana terjadi di beberapa daerah, termasuk Kabupaten Jember, Jawa Timur. "Cara mengurangi risiko keracunan pangan siap saji yaitu dengan cara memastikan higienitas baik bahan, alat, maupun petugas yang memasak," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (5/10/2025).
Selain itu, kata dia, mengatur suhu penyajian untuk makanan panas dijaga di atas 60 derajat Celcius, sedangkan makanan dingin harus tetap di bawah 5 derajat Celcius. "Kemudian menggunakan wadah tertutup atau food cover untuk mencegah kontaminasi udara atau serangga, serta menyediakan alat saji terpisah di tiap menu untuk menghindari tangan langsung menyentuh," ucap Ketua Kelompok Riset Pangan ASUH Unej itu.
Ia menjelaskan juru masak juga perlu mengatur porsi bertahap untuk tidak semua makanan langsung diletakkan, tapi di-refill sesuai kebutuhan. Tips terakhir yakni mengedukasi kebiasaan sehat para penerima manfaat MBG, seperti mencuci tangan sebelum makan bersama.
"Beberapa hal yang bisa menjadi sumber terjadinya keracunan yang perlu diwaspadai yakni bahan-alat yang tidak dicuci bersih dan dijaga higienitasnya dapat menyebabkan risiko kontaminasi bakteri atau sumber penularan mikroba seperti Escherichia coli penyebab diare atau Salmonella sp penyebab tipus," katanya.
Nurhayati juga menyarankan agar kasus keracunan tidak lagi berulang. Yakni dengan cara memperpendek waktu penyiapan makanan hingga dikonsumsi oleh anak-anak, sehingga sebaiknya program MBG tersebut diserahkan ke masing-masing kantin sekolah.
"Menurut saya sebaiknya pihak kantin sekolah yang menyiapkan MBG di masing-masing sekolah atau diserahkan kepada masing-masing wali murid untuk membuat bekal anaknya. Makanan bergizi itu tidak harus mahal," ucap Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) itu.
sumber : Antara