JAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak menerima permohonan banding dan membebaskan terdakwa Yu Hao (YH) yang merupakan warga negara asing (WNA) China karena tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin yang merugikan negara hingga Rp1,02 triliun dari hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Nama Liu Xiaodong, seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China, bisa mencuat dalam kasus tambang emas illegal PT. Sultan Rafli Mandiri (PT. SRM) di Ketapang, Kalimantan Barat.
Itu terungkap paska putusan bebas Yu Hao oleh Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak menjadi polemik publik. Liu diduga sebagai otak di balik penguasaan tambang PT SRM secara paksa, kekerasan terhadap tenaga kerja (baik WNA maupun WNI), serta pengolahan dan penjualan emas ilegal dari area tambang PT SRM kepada pihak ketiga.
Anehnya, fokus proses hukum itu justru hanya mengarah kepada seorang pegawai tambang PT. SRM, Yu Hao, yang juga berasal dari China. Setelah dilakukan asesmen dokumen oleh Indonesian Audit Watch (IAW), terungkap bahwa Liu Xiaodong malah seharusnya diduga sangat berperan besar dibalik kasus Hao.
Namun keberadaan Liu seperti luput dari perhatian penyidik pegawai negeri sipil Kementerian ESDM (PPNS ESDM) dan penuntut umum. Padahal, perannya harus menjadi fokus utama dalam upaya penegakan hukum tersebut.
Aksi Penyerbuan Tambang oleh Liu Xiaodong
Berdasarkan memori banding yang diajukan Yu Hao dan hasil asesmen IAW, Liu Xiaodong bersama sekitar 30 orang diduga melakukan serangan ke tambang PT. SRM pada 26 Juli 2023 pukul 02.00 WIB. Aksi ini berlangsung secara brutal dan sistematis, mengakibatkan berbagai pelanggaran hukum, seperti, merusak police line yang dipasang di sekitar tambang; menyalakan kembali mesin pabrik yang sebelumnya tidak beroperasi; mengambil dan menyembunyikan bahan peledak ke dalam terowongan tambang; melakukan kekerasan fisik terhadap tenaga kerja asing maupun lokal dan menambang secara ilegal selama lebih dari tiga bulan bersama kelompoknya.
Hilangnya lebih dari 50.000 ton batuan ore emas yang sebelumnya telah disita oleh PPNS ESDM semakin menguatkan dugaan bahwa ada aktivitas penambangan ilegal di bawah kendali Liu Xiaodong di area PT SRM. Terlebih, penggunaan bahan peledak PT. SRM ternyata meningkat secara drastis sampai lebih dari 30 ton yang digunakan untuk memperluas terowongan tambang.
Selain itu, konsumsi listrik di lokasi tambang melonjak empat kali lipat, dari Rp 100 juta menjadi Rp 400 juta per bulan, sejak Juli hingga Desember 2023. Lonjakan ini menjadi bukti bahwa aktivitas penambangan ilegal secara masif dalam kurun waktu tersebut.
Laporan Polisi Menjerat Liu Xiaodong
Keterlibatan Liu semakin terbukti kuat dengan terbitnya dua laporan polisi di Bareskrim Polri yakni LP/B/302/IX/2023/SPKT/BARESKRIM dengan pelapor Wawan Ardianto, S.H dan terlapornya Liu Xiaodong bersama kawan-kawan. Dugaan tindak pidana yang disangkakan adalah kekerasan, penyerobotan lahan, dan pencurian (Pasal 170, 167, dan 363 KUHP). Lokasi kejadian itu di mess tenaga kerja PT. SRM, di Ketapang 26 Juli 2023. Status LP itu telah dinyatakan lengkap dan siap disidangkan di PN Ketapang.
Lalu ada LP/B/77/III/2024/SPKT/BARESKRIM dengan pelapor Syaiful Situmorang dan terlapor Liu Xiaodong bersama kawan-kawan. Dugaan tindak pidana penyalahgunaan senjata api, pencurian dengan pemberatan, dan pencucian uang (Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat 1951, Pasal 363 KUHP, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010) di lokasi tambang PT. SRM, Dusun Pemuatan Batu, Ketapang pada Desember 2023.