Umar Menangis, Nabi: Aku Bukan Raja

1 hour ago 1

Home > Risalah Friday, 21 Nov 2025, 07:16 WIB

Sesungguhnya dunia ini adalah kesenangan yang menipu.

 Sumatralink.id/Mursalin Yasland)Masjid Nabawi, Madinah. (Foto: Sumatralink.id/Mursalin Yasland)

SUMATRALINK.ID -- Umar bin Khotob Rodhiyallohunahu (RA) masuk ke rumah Nabi Muhammad Sholallahu'alaihi wassalam (SAW). Sejenak melepas lelah, ia memandangi perabotan dalam rumah kecil Nabi SAW di Madinah.

Tak ada yang aneh apalagi istimewa perabotan rumah tangga suami Aisyah Rodhiyallahuanha (RH) itu. Tak ada perhiasan atau gemerlap benda bergelantungan di ruang tamunya, layaknya seorang pembesar sebuah negeri.

Umar RA hanya melihat ada sebuah guriba (tempat air) yang terbuat dari kulit kambing tergatung di sisi dinding dalam ruangan itu. Guriba tersebut digunakan Nabi SAW hanya untuk berwudhu tatkala bangun malam untuk Shalat Tahajud.

Sangat kesederhanaan seorang utusan (Rasul) Allah Subhanahuwata'ala (SWT), seorang pemimpin umat Islam, seorang yang dimuliakan Allah SWT, seorang yang dijamin masuk surga, karena telah dihapuskan dosa-dosanya sebelum dan sesudah dalam hidupnya.

Baca juga: Sebaki Kurma Hadiah Pelaku Gibah

Sekuel singkat ini membuat Umar RA, sahabat yang kelak memimpin umat Islam sepeninggal Nabi SAW, setelah sahabat Abubakar RA, meneteskan air mata. Umar terdiam, Umar pun menangis.

"Mengapa Engkau menangis ya... Umar?" tanya Nabi SAW.

Rasulullah SAW seorang pemimpin umat dan pemimpin perang, juga pembawa risalah dari langit, tak sepatutnya hidup dalam kemiskinan seperti itu. Dakwah Islam yang ditebarkannya ke semua negeri telah mencapai titik kejayaan. Semua negara dan bangsa takluk dan mengakui keberadaan Islam.

"Seluruh Masyrik (bangsa timur) dan Maghrib (bangsa barat) telah tunduk ke bawah kekuasaan Engkau ya Rasulullah. Anak kunci seluruh jazirah Arab telah (Engkau) terpegang di tangan Tuan. Padahal, Tuan masih begini saja," jawab Umar.

Sebagian besar orang yang telah berhasil menaklukan sebuah keinginannya, dia sepatutnya dapat menikmati hasil jerih payahnya, yang sudah berjuang bersusah payah, berkeringat, dan berdarah-darah meraih kemenangan atau kesuksesan dalam hidup.

Sudah dapat dipastikan, mereka yang seperti itu akan hidup bersenang-senang, menikmati hidup dunia di kursi kekuasaan, kursi kemewahan, dan bergelimang harta benda dan perhiasan, dengan permaisuri dan 'budak' rumah tangga yang membantunya. Mereka bahkan cenderung lupa daratan dan lupa ingatan.

Tapi, berbeda dengan perangi hidup Nabi Muhammad SAW dalam menyikapi kesuksesan dakwah Islam yang diserukannya melawah kejahiliyahan dan kezholiman selama 13 tahun di Makkah, dan 10 tahun di Madinah.

Image

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |