Jakarta -
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bicara terkait negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) jika tak ada kesepakatan hingga batas waktunya pada 9 Juli. Menurutnya, hal itu akan berdampak pada ekspor.
Sri Mulyani mengatakan penerapan tarif perdagangan akan berdampak kepada kinerja pertumbuhan ekspor Indonesia yang selama ini mencatatkan tren positif. Perlu diketahui, Indonesia terkena tarif resiprokal 32% dan sedang menunggu hasil negosiasi.
"Ekspor kita harus tetap dijaga pada kisaran mendekati 7%. Kita selama ini ekspornya cukup baik di sekitar 6-6,5%, jadi untuk ekspor relatif mungkin terjaga," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (3/7/2025) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kecuali kalau pelaksanaan dari tarifnya Presiden Trump yang tanggal 9 Juli ini adalah deadline terakhir. Kita sudah lihat Vietnam sudah mendapatkan deal (sepakat), Indonesia belum diumumkan, Jepang mendapatkan hukuman yang lebih tinggi tarifnya. Jadi ini masih sangat tidak pasti dari sisi tarif dan kemudian berdampak pada kinerja ekspornya," tambahnya.
Dalam kaitan itu, Sri Mulyani menyinggung bahwa ekspor merupakan salah satu komponen pengeluaran yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, ekspor harus tumbuh 5,4%-6,4% agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 4,7%-5% pada 2025.
Setelah itu, pertumbuhan ekspor harus naik pada level 6,5%-6,8%. Hal ini sebagai salah satu syarat agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,2%-5,8% pada 2026.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya telah memberikan penawaran kedua (second offer) kepada AS sebagai lanjutan dari negosiasi. Hal ini dilakukan agar Indonesia bisa terkena tarif rendah bahkan sampai nol.
"Tentu kita ingin agar tarif resiprokal tidak dikenakan terhadap Indonesia. (Sampai nol) ya, tapi tentu mereka punya kebijakan tersendiri," tutur Airlangga dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (3/7).
(acd/acd)