Sektor Properti di Tengah Tantangan Suku Bunga dan Pelemahan Daya Beli

7 hours ago 1

Sektor properti menghadapi berbagai tekanan di tengah meningkatnya risiko kenaikan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pelemahan daya beli masyarakat.

 Freepik)

Sektor Properti di Tengah Tantangan Suku Bunga dan Pelemahan Daya Beli. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Sektor properti menghadapi berbagai tekanan di tengah meningkatnya risiko kenaikan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pelemahan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, imbal hasil dividen yang kurang menarik serta ketidakpastian terkait insentif pajak turut menambah sentimen negatif bagi industri ini.

Risiko Kenaikan Suku Bunga KPR

Sucor Sekuritas menilai kecil kemungkinan bagi suku bunga KPR untuk turun dalam waktu dekat. Sebaliknya, perbankan justru berpotensi menaikkan suku bunga guna mengimbangi beberapa faktor risiko.

Salah satunya adalah imbal hasil KPR yang masih berada di bawah yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun, yang saat ini mencapai 7,03 persen.

Selain itu, kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di segmen KPR maupun non-KPR mulai menunjukkan peningkatan.

Hal ini dapat mendorong bank untuk menaikkan suku bunga guna mengompensasi risiko yang lebih tinggi.

Kondisi likuiditas yang mengetat, tercermin dari pertumbuhan uang beredar (M2) yang melambat serta rasio Loan to Deposit (LDR) yang tinggi, juga bisa menghambat penyaluran kredit perumahan lebih lanjut.

Daya Beli Konsumen Melemah

Pelemahan daya beli konsumen juga menjadi tantangan besar bagi sektor properti.

Sucor Sekuritas melihat bahwa terbatasnya lapangan kerja di sektor bergaji tinggi, seperti Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta keuangan, dapat berdampak negatif terhadap permintaan properti.

Data menunjukkan jumlah lowongan kerja di dua sektor tersebut turun 12 persen secara tahunan.

Selain itu, penurunan tawaran gaji di industri berpenghasilan tinggi, terutama di sektor TIK, semakin menekan daya beli masyarakat.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang berpotensi melemah terhadap Dolar AS juga dapat menggerus daya beli, membuat masyarakat semakin berhati-hati dalam membeli properti.

Dividen yang Kurang Menarik bagi Investor

Meskipun beberapa pengembang mencatatkan penjualan yang solid pascapandemi, imbal hasil dividen yang ditawarkan masih tergolong rendah.

Rata-rata dividend yield dari empat pengembang besar hanya sekitar 2,14 persen, jauh lebih kecil dibandingkan dengan yield obligasi pemerintah tenor satu tahun yang mencapai 6,96 persen. Selisih imbal hasil ini membuat sektor properti kurang menarik bagi investor yang mengutamakan pendapatan dividen.

Ketidakpastian Insentif Pajak

Pemerintah telah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga 2025.

Insentif ini memberikan pembebasan pajak sebesar 100 persen bagi unit yang diserahterimakan sebelum Juni 2025 dan diskon 50 persen untuk transaksi yang terjadi antara Juli hingga Desember 2025.

Namun, belum adanya regulasi resmi dari Kementerian Keuangan (PMK) membuat ketidakpastian masih membayangi pasar.

Konsumen cenderung menunda pembelian, sementara pengembang menahan serah terima unit di awal tahun 2024.

Akibatnya, Sucor Sekuritas memperkirakan kinerja keuangan dan penjualan pengembang properti lebih lemah pada kuartal I-2024.

Rekomendasi Netral

Dengan berbagai tekanan ini, Sucor Sekuritas menurunkan rekomendasi sektor properti menjadi netral.

Analisis mereka menunjukkan adanya korelasi negatif antara penjualan properti dan yield obligasi tenor 10 tahun. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |