Sebab Pertumbuhan Ekonomi RI Betah di Kisaran 5%

1 day ago 6

Jakarta -

Indonesia perlu melakukan lompatan besar untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga 8% seperti yang dicanangkan pemerintah. Sebab, untuk mendorong ekonomi terbang tinggi perlu investasi jumbo.

Dalam peluncuran Prasasti Center for Policy Studies, Research Director, Gundy Cahyadi mengatakan, selama dua dekade terakhir pertumbuhan ekonomi nasional terjebak di kisaran 5%.

"Angka 5% ini sebenarnya masih relatif baik di tengah perlambatan global. Bahkan Tiongkok sebagai raksasa ekonomi kini juga tumbuh di kisaran yang sama," jelas Gundy dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun menurutnya, Indonesia membutuhkan lompatan besar untuk mencapai target pertumbuhan 8% yang dicanangkan pemerintah. Analisis Prasasti menunjukkan, untuk mencapai target tersebut dibutuhkan investasi mencapai Rp 13.000 triliun.

"Jumlah ini setara dengan dua pertiga ukuran ekonomi Indonesia saat ini," papar Gundy.

Faktor utama yang menghambat pertumbuhan, menurut kajian Prasasti, adalah rendahnya rasio penerimaan negara yang hanya mencapai 12% dari PDB. "Padahal negara tetangga seperti Kamboja sudah mencapai 18%. Ini menunjukkan potensi peningkatan yang besar," ujarnya.

Gundy menjelaskan bahwa stagnasi ekonomi Indonesia selama 10 tahun terakhir tidak terlepas dari kondisi global yang menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari bencana kesehatan Pandemi COVID-19 hingga perang di Eropa Timur dan Timur Tengah. Berbagai tantangan itu mengubah lanskap ekonomi global dan mempengaruhi para pengambil kebijakan di ranah moneter. Inflasi dan suku bunga tinggi menjadi pemberat.

"Ekonomi dunia memang sedang melemah. Tapi justru inilah saatnya kita melakukan terobosan," ujarnya.

Untuk mendorong percepatan pertumbuhan, Prasasti akan fokus pada tiga program utama. Pertama, kajian ekonomi triwulanan berbasis data. Kedua, forum dialog strategis dengan pemangku kepentingan. Ketiga, pendampingan kajian dan analisa untuk isu dan topik spesifik.

Direktur Eksekutif Prasasti Nila Marita menambahkan bahwa semua analisis dan rekomendasi kebijakan akan bersifat data-driven. "Kami tidak ingin bekerja berdasarkan asumsi, tapi fakta dan angka yang bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.

Sektor-sektor prioritas yang akan menjadi fokus kajian Prasasti meliputi program swasembada pangan, transisi energi, dan ketahanan air. Menurutnya, ketiga bidang ini merupakan kunci untuk mencapai pertumbuhan berkualitas.

Kajian Prasasti juga mengungkap bahwa untuk mencapai pertumbuhan 8%, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 3,5% per tahun. "Ini tantangan besar yang membutuhkan kolaborasi semua pihak," kata Gundy.

Di sisi fiskal, lembaga ini merekomendasikan reformasi sistem perpajakan dan perluasan basis pajak. "Rasio pajak kita masih terlalu rendah. Padahal dengan optimalisasi saja, potensi tambahan penerimaan bisa mencapai Rp 500 triliun per tahun," papar Gundy.

Prasasti juga akan memantau implementasi program strategis pemerintah seperti Perumahan Nasional dan Sekolah Garuda. "Kami akan memberikan masukan konstruktif berdasarkan evidence-based research," ujar Nila.

Sementara, Gundy menekankan target 8% bukanlah hal mustahil. "Dengan kombinasi kebijakan yang tepat dan iklim investasi yang kondusif, Indonesia bisa menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia," ujarnya.

Tonton juga "Menkeu Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 4,7-5%" di sini:

(acd/acd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |