Sampah AMDK Gelas Mendominasi, Gubernur Bali Siapkan Sanksi

6 days ago 18

Sampah AMDK Gelas Mendominasi, Gubernur Bali Siapkan Sanksi

Sampah plastik. (Foto: dok freepik)

BALI – Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas terkait meningkatnya sampah plastik kemasan gelas. Sebuah produsen air minum dalam kemasan yang dikenal luas dengan kemasan gelas plastiknya, kini menjadi sorotan utama karena kontribusinya yang besar terhadap pencemaran lingkungan di Pulau Dewata.

Melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025, Gubernur Wayan Koster secara resmi melarang produksi AMDK dengan volume kurang dari 1 liter. Tak hanya larangan, sanksi tegas juga disiapkan bagi produsen yang melanggar, mulai dari peninjauan hingga pencabutan izin usaha, serta pengumuman publik bahwa perusahaan tersebut tidak ramah lingkungan.

Koster menegaskan, akan mengumpulkan semua produsen. “Tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang satu liter ke bawah. Kan ada yang kayak gelas itu nggak boleh lagi. Kalau galon boleh,” tuturnya pada Minggu (6/4).

Laporan Brand Audit 2024 oleh Sungai Watch mengungkapkan bahwa salah satu penyumbang utama sampah plastik di Bali adalah air minum kemasan gelas berukuran 220 ml yang menyentuh angka hingga  10.334 item sampah kemasan gelas.

Secara keseluruhan, produsen market leader air minum dalam kemasan itu menjadi salah satu perusahaan pencemar terbesar di Bali dan Jawa Timur dengan 39.480 item sampah, mencakup tidak hanya gelas plastik, tetapi juga bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang semuanya berbahan dasar plastik sekali pakai.

Produsen tersebut sudah empat tahun berturut-turut menempati posisi ini. Sampah-sampah yang tak terkelola, dan terutama berserakan di badan-badan air, terdiri dari 65 persen botol, 30 persen gelas, dan sisanya dari tutup galon, bungkus sedotan, serta sedotan, yang semuanya dibuat dari plastik sekali pakai.

Perusahaan tersebut masih mengklaim bahwa produk mereka 100 persen dapat didaur ulang. Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang diproduksi justru menjadi jenis sampah yang paling sulit dikumpulkan dan didaur ulang karena ukurannya kecil serta nilai ekonominya rendah.

Dalam laporan Brand Audit tersebut, Sungai Watch secara khusus juga menyoroti strategi perusahaan untuk menghindari sorotan publik terhadap kemasan kecil dengan menghapus produk gelas 220 ml dari situs web resminya dan menggantinya dengan produk baru Cube 220 ml.

Langkah tersebut, menurut Sungai Watch, bukanlah upaya keberlanjutan tetapi lebih merupakan greenwashing. Ini karena pada kenyataannya kemasan gelas masih banyak beredar di pasar dengan ukuran yang lebih mini, yakni 220 ml, tapi dengan harga sama.

“Publik mengharapkan tindakan bermakna, bukan perubahan menipu yang mengganti satu bentuk sampah ke bentuk lainnya,” tulis Sungai Watch dalam laporannya.

Gubernur Koster menegaskan, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi timbunan sampah yang pada 2024 telah mencapai 1,2 juta ton di Bali. Ia juga menyiapkan langkah transparan jika ada perusahaan yang tetap membandel.

“Kami akan umumkan kepada publik melalui media sosial, bahwa pelaku usaha itu tidak ramah lingkungan dan tidak layak dikunjungi,” katanya.

Dengan larangan ini, Bali mengambil langkah besar dalam perang melawan sampah plastik, khususnya terhadap produsen  air minum dalam kemasan yang terus memproduksi kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik sekali pakai.

(Yaomi Suhayatmi)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |