Saham emiten produsen emas meningkat pada Jumat (31/1/2025) seiring komoditas logam mulai acuannya menembus rekor tertinggi anyar.
Saham HRTA-BRMS Cs Naik saat Harga Emas Dunia Sentuh Rekor ATH Baru. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Saham emiten produsen emas meningkat pada Jumat (31/1/2025) seiring komoditas logam mulai acuannya menembus rekor tertinggi anyar.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.12 WIB, saham PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) melesat 13,90 persen ke level Rp426 per saham. Kemudian, saham PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) mendaki 3,94 persen dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) terkerek 3,70 persen.
Demikian pula, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) naik 2,67 persen, PT United Tractors Tbk (UNTR) terapresiasi 0,31 persen, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menghijau 0,36 persen.
Sementara, saham MDKA terimbas aksi ambil untung (profit taking), minus 0,32 persen dan AMMN terkoreksi 1,88 persen.
Diwartakan sebelumnya, harga emas dunia melonjak ke rekor tertinggi pada Kamis (30/1/2025) seiring pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) setelah data menunjukkan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam lebih lemah dari perkiraan pada kuartal IV-2024.
Berdasarkan data pasar, emas spot menguat 1,23 persen ke level USD2.794,16 per troy ons, rekor all-time high (ATH) baru, melampaui posisi tertinggi sebelumnya pada akhir Oktober 2024.
Melansir dari MT Newswires, Kamis (30/1), Biro Analisis Ekonomi AS melaporkan produk domestik bruto (PDB) hanya tumbuh 2,3 persen pada kuartal IV-2024, lebih rendah dari 3,1 persen di kuartal sebelumnya dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 2,5 persen.
Harga emas juga mendapat dorongan dari keputusan Federal Reserve (The Fed) pada Rabu yang mempertahankan suku bunga di tengah ketidakpastian terkait kebijakan pemerintahan Donald Trump.
"Fokus pasar masih pada rencana Trump terkait tarif dan kebijakan imigrasi serta dampaknya terhadap pertumbuhan dan inflasi," kata Saxo Bank dalam laporannya.
Pelemahan dolar semakin terasa setelah data PDB dirilis, dengan indeks dolar ICE turun 0,14 poin ke 107,86. Sementara itu, imbal hasil obligasi AS bervariasi, dengan yield obligasi dua tahun tetap di 4,222 persen, sedangkan obligasi 10 tahun turun 1,4 basis poin menjadi 4,53 persen.
Harga emas mengalami volatilitas sepanjang pekan ini. Setelah turun 1,4 persen pada Senin akibat aksi jual di sektor teknologi, emas perlahan pulih sebelum melonjak tajam pada Kamis.
Managing Partner Sprott, Ryan McIntyre, mengatakan, dikutip Dow Jones Newswires, Kamis (30/1), reli emas terbaru mencerminkan kombinasi ketidakpastian kebijakan AS dan pelemahan dolar setelah data ekonomi yang mengecewakan.
Sementara, penasihat investasi Sonora Wealth Group, Miro Svoboda, menambahkan, perlambatan ekonomi AS turut melemahkan dolar, yang pada gilirannya meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Pelemahan dolar membuat emas lebih murah bagi pembeli internasional dan meningkatkan daya tariknya sebagai aset safe haven.
Seperti disinggung di atas, penurunan dolar dan imbal hasil obligasi AS terjadi setelah pertemuan The Fed yang mempertahankan suku bunga.
Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan suku bunga saat ini masih di atas tingkat netral, meski bank sentral tetap berhati-hati dalam mempertimbangkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Pasar kini memperkirakan ada dua kali pemangkasan suku bunga AS di 2025, yang menjadi sentimen positif bagi emas yang tidak memberikan imbal hasil. Bank Sentral Kanada telah memangkas suku bunga pada Rabu, diikuti oleh Bank Sentral Eropa pada Kamis, semakin memperkuat daya tarik emas.
Sejak awal tahun, harga emas telah naik 7,8 persen dan diperkirakan terus meningkat seiring pelantikan Trump sebagai presiden.
MUFG dalam laporannya menilai kebijakan Trump akan mendorong permintaan emas sebagai aset safe haven dan meningkatkan risiko inflasi yang bisa mengerek harga emas lebih tinggi di 2025.
Di antara kebijakan yang menjadi perhatian pasar adalah rencana Trump mengenakan tarif 25 persen atas barang dari Meksiko dan Kanada mulai Sabtu ini. Ancaman tarif pada produk China, Eropa, serta komoditas seperti tembaga, aluminium, besi, dan baja juga menjadi faktor risiko.
"Kami memperkirakan emas akan terus menunjukkan performa kuat pada 2025 di tengah ketidakpastian global dan meningkatnya permintaan aset yang independen dari instrumen keuangan lain," ujar McIntyre.
Selain itu, masih mengutip Dow Jones Newswires, permintaan emas dari bank sentral yang memiliki fasilitas penyimpanan di London meningkat pesat akibat lonjakan pengiriman emas ke AS yang dipicu spekulasi tarif impor.
Hal ini, kata Svoboda, menyebabkan kelangkaan emas di pasar London.
Sejumlah analis kini memproyeksikan harga emas bisa naik lebih tinggi. Kepala ekonom pasar Spartan Capital Services, Peter Cardillo, memperkirakan harga emas dapat menembus USD3.000 per troy ons dalam waktu dekat. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.