Jakarta -
Perang Dagang China dan Amerika Serikat (AS) makin sengit. Terbaru, China menetapkan tarif balasan tambahan sebesar 50%, sehingga total tarif impor produk asal AS mencapai 84%. Sebelumnya, China mengenakan tarif impor 34%.
Balasan China tersebut sebagai respons atas kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menambah tarif impor produk China menjadi 104%.
Lantas, seperti apa dampak dari sengitnya perang dagang AS dan China terhadap Indonesia?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jadi alarm bagi kita. Karena apa? Pasar ekspornya ke kita, ekspor ke China lebih besar lagi. Sehingga ekonomi kita terganggu dari dua sisi itu. Dua negara, ke Amerika sudah pasti turun, kalau China ekonominya turun, kita terdampak di market kita," ujar Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad kepada detikcom, Rabu (9/4/2025).
Tauhid mengatakan, lesunya pasar global akan berdampak signifikan pada harga komoditas. Pada titik tertentu, anjloknya harga komoditas akan mengurangi pendapatan negara.
"Ini kan dorongan yang lebih besar. Apalagi dampaknya ke harga komoditas, ini sudah mulai turun karena dua negara perang (dagang), permintaan turun. Harga komoditas sebagai patokan kita untuk penerimaan negara. Misalnya dari PNBP migas, dari komoditas misalnya CPO, nikel, yang lain-lain turun otomatis penerimaan negara turun," jelasnya.
Tak hanya itu, Tauhid juga menyebut imbas perang tarif ini akan dirasakan langsung oleh pasar modal Indonesia. Ia bahkan meyakini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan kembali ambruk besok, Kamis (10/4/2025).
"Kalau ekonomi dunia turun, (perdagangan) bursa turun lagi. Di bawah 6.000. Pasti itu. Berat semua perusahaan dengan situasi begini," ungkapnya.
Selain itu, Tauhid juga mengatakan dampak perang dagang bisa berimbas ke sektor pariwisata. Hal itu terjadi lantaran ketidakpastian ekonomi yang berimbas pada tiket perjalanan.
"Sehingga, pasti sektor-sektor services pasti terganggu seperti di tourism," kata Tauhid.
Senada, Ekonom Universitas Paramadina Samirin Wijayanto menilai perang dagang AS dan China membawa dunia pada krisis yang berkepanjangan.
Menurutnya, Indonesia perlu melakukan pendekatan taktis dengan AS sebagai upaya menguatkan ekonomi domestik.
"Indonesia, selain melakukan pendekatan taktis dengan AS, juga perlu melakukan berbagai upaya penguatan ekonomi domestik; untuk mengantisipasi dinamika global yang berkepanjangan. Secara paralel, kerja sama kita dengan negara lain perlu diperkokoh; kita harus memanfaatkan momentum perasaan senasib sepenanggungan ini sebaik-baiknya," kata Wijayanto.
(hns/hns)