Negosiasi Tarif AS Hampir Berakhir, Mendag Sebut Belum Ada Kesepakatan

1 day ago 8

Jakarta -

Proses negosiasi tarif impor antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) masih terus berjalan. Hingga kini, belum ada kesepakatan yang terjalin menjelang batas akhir penundaan penerapan tarif baru yang jatuh pada 8 Juli atau 90 hari usai pengumuman tarif Presiden AS Donald Trump itu.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, hingga saat ini proses negosiasi belum menghasilkan kesepakatan dan masih terus berjalan. Adapun salah satu tujuannya ialah agar tarif impor resiprokal untuk RI bisa turun dari yang sebelumnya diumumkan 32%.

"Memang sampai sekarang belum ada, artinya belum ada kesepakatan. Jadi kita masih menunggu, saya kira juga Amerika juga masih menghadapi masalah-masalah internal," kata Budi, ditemui di Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kementerian perdagangan sendiri juga masih terus melakukan proses identifikasi, khususnya terhadap 10 produk RI yang diekspor ke AS. Hal ini menjadi bagian dari bahan negosiasi yang dilayangkan kepada AS.

Salah satu yang diidentifikasi ialah negara-negara pesaing yang juga mengekspor 10 produk tersebut ke AS, seperti produk elektrikal. Budi mengatakan, jangan sampai pesaingnya seperti Malaysia, yang juga mengekspor produk tersebut, RI justru mendapatkan biaya impor lebih besar ketimbang Malaysia.

Di samping itu, Indonesia masih mencatatkan surplus pada neraca perdagangan akumulasi Januari-Mei 2025 sebesar US$ 15,38 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia naik 6,98%, di mana tren kenaikan nilai ekspor mencapai 11,54%. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan bahwa perang dagang tidak berpengaruh signifikan pada perdagangan RI.

"Memang kemarin pada bulan April ekspor kita sempat menurun dibanding bulan Mei. Tapi setelah kami pelajari, sebenarnya kan memang awal April itu masih libur, jadi banyak ekspor tertunda. Kemudian juga waktu itu masih hangatnya tarif perang yang kebanyakan eksportir kita menunda karena menunggu kepastian," ujarnya.

Meski demikian, perdagangan dengan AS memegang peran penting bagi RI. Pada tahun 2024 saja, AS menduduki posisi kedua negara dengan kontribusi surplus terbesar ke neraca dagang Indonesia US$ 14,34 miliar. Sedangkan pada Laporan Neraca Dagang BPS hingga Mei 2025, AS menduduki posisi pertama.

"Sekarang Januari-Mei ini kita masih surplus dan bahkan Amerika tinggi. Januari-Mei kita surplus US$ 7,08 miliar. Artinya mudah-mudahan kondisi ini terus berjalan ya," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan AS Kenneth Homer Bessent dan Duta Besar United States Trade Representative (USTR) untuk membahas negosiasi tarif resiprokal 32% ke RI.

Airlangga mengatakan, selama pertukaran dokumen tersebut terjadi, AS tidak mengajukan tambahan permintaan kepada Indonesia. Adapun permintaan utama AS ke Indonesia ialah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara, di mana RI tercatat surplus US$ 18-19 miliar.

"Tidak (ada permintaan baru dari AS), dan kemarin sudah disampaikan. Menurut mereka (dokumen negosiasi RI ke AS) cukup merepresentasi keinginan Amerika," kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Saat ini, Airlangga mengatakan, pemerintah Indonesia tinggal menunggu keputusan dari Presiden AS Donald Trump terkait kerja sama perdagangan RI-AS ke depan. Meski demikian, ia optimistis bahwa Trump tetap akan menjalin hubungan dagang yang baik dengan Indonesia.

(shc/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |