Menurut riset CGS International (CGSI) Sekuritas Indonesia, pada 22 Januari 2025, pelemahan terbesar terjadi pada semen kantong.
Mengintip Emiten Sektor Semen, Ada Sinyal Pemulihan di 2025? (Foto: MNC Media)
IDXChannel - Sektor semen dalam negeri masih menghadapi tantangan sepanjang 2024, dengan volume penjualan domestik turun tipis 0,4 persen secara tahunan (yoy) menjadi 63,8 juta ton.
Penjualan yang lebih lemah pada kuartal IV-2024 menjadi faktor utama, dengan hanya 17,8 juta ton semen terjual atau turun 5,1 persen yoy.
Menurut riset CGS International (CGSI) Sekuritas Indonesia, pada 22 Januari 2025, pelemahan terbesar terjadi pada semen kantong, yang turun 2,7 persen yoy menjadi 44,2 juta ton pada 2024.
Penurunan lebih tajam terjadi di Jawa, mencapai 4,7 persen, sementara luar Jawa hanya turun 0,7 persen. CGSI menyebut daya beli yang lebih lemah dari perkiraan, perlambatan konstruksi pascapemilu, serta cuaca ekstrem dan pembatasan truk di akhir 2024 sebagai penyebab utama.
Sebaliknya, menurut amatan CGSI, semen curah justru mencatat kenaikan 5,3 persen yoy menjadi 19,6 juta ton. Jawa menjadi pendorong utama dengan lonjakan 11,9 persen, sedangkan luar Jawa melemah 3,7 persen. Pergeseran fokus infrastruktur ke Pulau Jawa akibat normalisasi proyek-proyek ibu kota baru menjadi faktor utama.
Di sisi ekspor, CGSI memperkirakan total pengapalan semen sepanjang 2024 mencapai 11,9 juta ton, naik 7,7 persen yoy. Dengan demikian, total volume penjualan semen nasional mencapai 75,7 juta ton atau tumbuh tipis 0,8 persen yoy.
Namun, tingkat utilisasi pabrik industri turun menjadi 64,1 persen akibat tambahan kapasitas dari pabrik baru Semen Singa Merah di Kalimantan.
Dalam kinerja emiten, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mencatat pertumbuhan penjualan domestik 8,5 persen yoy menjadi 18,9 juta ton pada 2024. Pangsa pasarnya pun meningkat menjadi 30,6 persen dari sebelumnya 26,4 persen pada Desember 2023.
Sebaliknya, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) justru mengalami penurunan penjualan domestik sebesar 5,4 persen yoy menjadi 31,3 juta ton, membuat pangsa pasarnya turun dari 51,7 persen menjadi 49,1 persen. Ekspor SMGR juga melemah 7,3 persen yoy menjadi 7 juta ton akibat lesunya permintaan regional.
Ke depan, INTP memperkirakan permintaan semen domestik masih stagnan pada kuartal I-2025, dipengaruhi oleh musim hujan, minimnya anggaran konstruksi, serta bulan puasa dan Idul Fitri pada Maret 2025. Namun, untuk setahun penuh, INTP optimistis volume penjualan industri bisa tumbuh 1-2 persen yoy.
Prospek 2025: Sinyal Pemulihan dan Risiko
CGSI mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor semen, dengan ekspektasi pemulihan penjualan semen kantong di 2025.
“Kami mempertahankan rekomendasi overweight sektor ini karena kami memperkirakan pemulihan penjualan semen kantong pada 2025F [proyeksi 2025],” kata analis CGSI.
Pemulihan ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan laba per saham (EPS) gabungan SMGR dan INTP hingga 17 persen. Dengan valuasi sektor saat ini di 4,2 kali EV/EBITDA 12 bulan ke depan—lebih rendah 2,4 standar deviasi dari rata-rata lima tahun—CGSI melihat risiko penurunan yang terbatas.
INTP menjadi pilihan utama CGSI, seiring dengan potensi pemulihan permintaan semen kantong.
Meski demikian, sejumlah risiko masih membayangi sektor ini, termasuk kemungkinan melemahnya permintaan pasca-pergantian pemerintahan, implementasi pajak karbon, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), serta meningkatnya biaya transportasi.
Sebaliknya, katalis positif bagi sektor ini antara lain pelemahan harga batu bara yang berkelanjutan dan perbaikan permintaan semen kantong domestik. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.