Kapal Nelayan Tanpa VMS Diizinkan Melaut hingga Desember 2025

6 hours ago 1

Jakarta -

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan kapal nelayan tanpa Vessel Monitoring System (VMS) atau perangkat monitoring sistem berbasis sinyal dapat beroperasi hingga Desember 2025. Kebijakan tersebut rencananya wajib berlaku bagi nelayan per 1 April 2025.

Kewajiban memasang VMS itu berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMENKP/2015. Aturan tersebut mengikat kapal berkapasitas 32 Gross Tonnage (GT) ke atas dan kapal 5-30 GT yang beroperasi di zona lebih dari 12 mil.

Kebijakan tersebut memicu gelombang protes dari nelayan di sejumlah daerah. Nelayan menilai kewajiban pemasangan VMS dapat menambah beban operasional karena harganya yang mahal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, pihaknya memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi hingga Desember 2025. Pria yang akrab disapa Ipung menyebut kebijakan tersebut telah diundur sejak 2023 lantaran para nelayan dinilai belum mampu membeli VMS.

"Dulu 2023 minta relaksasi ke 2024. Sekarang minta lagi ke 2025. Alasannya 'Pak, kami belum siap. Saya enggak mampu.' Tapi coba bayangkan, seandainya mereka nabung Rp 500 ribu sebulan dari dulu, pasti sudah bisa beli. Ini cuma karena tidak mau saja. Tidak mau terawasi," kata Ipung saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).

Ipung menjelaskan pihaknya akan mengevaluasi setiap tiga bulan sekali. Dalam menghadapi gelombang protes ini, Ipung menekankan pemahaman kepada nelayan. Dia pun memastikan tidak akan memaksakan nelayan dalam memberlakukan aturan tersebut.

"Kita jangan memaksakan masyarakat dalam hal ini. Kita tidak boleh 'kamu mau gak mau ya tetap'. Kita beri waktu. Dari tahun 2023 kita beri pemahaman kita harus lakukan relaksasi mundur 2024. Belum paham. Kita mundurkan lagi sampai 2025. Nah kemarin di triwulan ketiga kami lakukan evaluasi," jelas Ipung.

Ipung pernah bertanya alasan nelayan tidak memasang VMS, salah satunya karena tidak ingin diawasi. Dari situ, Ipung menerangkan bahwa negara mempunyai aturan untuk menjaga biota laut, salah satunya dengan pemasangan VMS.

"Justru kita menjaga sumber daya laut kita ini bisa lestari sampai anak cucu ke depan nanti. Iya nggak? Kenapa sih kapal asing tuh masuk di negara kita? Kenapa mereka mencuri? Karena mereka sumber daya perikanan kelautannya tidak dikelola dengan bijak. Menggunakan alat tangkap trawl. Bahkan pair trawl. Boleh. Iya kan? Kemudian mereka semena-mena terhadap terumbu karang. Itu menunjukkan bahwa dalam hal pengelolaan sumber daya kelautan perikanan di negaranya mereka bebas. Barbar. Apa kita mau ikut seperti itu? Kemudian tahun berikutnya kita menjadi pencuri di negara orang. Kan gitu?," imbuh dia.

Sejumlah aksi protes dilayangkan nelayan sejumlah daerah, seperti di Lombok. Puluhan nelayan yang mengatasnamakan diri Forum Nelayan Lombok Timur (Fornel) melakukan aksi mogok melaut, Kamis (10/4/2025).

Mereka memprotes aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengharuskan nelayan memasang alat Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) pada kapal mereka.

"Kami hari ini melakukan aksi mogok melaut, karena pemerintah pusat khususnya KKP telah memberatkan nelayan karena mengeluarkan aturan yang mewajibkan pemasangan alat VMS," kata Ketua Fornel Lombok Timur, Satriawan, dikutip dari detikBali.

Simak juga Video 'Tradisi Sedekah Laut Kampung Nelayan Bendar Pati':

(rea/ara)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |