REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pemerintah Jerman mengatakan tidak akan mengutus pasukannya untuk bergabung dengan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) yang hendak dikerahkan di Jalur Gaza. Pengerahan ISF merupakan bagian dari rencana perdamaian Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang telah didukung resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Kami tidak akan berpartisipasi dalam pasukan stabilisasi dalam waktu dekat,” kata Menteri Luar Negeri Johann Wadephul kepada kantor berita Jerman, DPA, di Berlin, Jumat (26/12/2025).
Dia menambahkan, Jerman tak berencana berpartisipasi dalam misi stabilisasi internasional apapun. Namun Wadephul menekankan, Berlin siap mengambil peran konstruktif dalam struktur yang tercantum pada resolusi Dewan Keamanan PBB, seperti dewan perdamaian atau Board of Peace.
Wadephul mengatakan, karena konsultasi awal dengan negara-negara penyumbang pasukan untuk ISF telah dilakukan, kebutuhan selanjutnya untuk fase perdamaian di Gaza adalah kerangka kerja politik. Termasuk arsitektur keamanan yang disediakan ISF dan pasukan keamanan Palestina.
“Sangat penting untuk dapat memulai semua ini sesegera mungkin. Kita tidak boleh membiarkan pembagian Gaza saat ini menjadi bagian yang dikendalikan oleh tentara Israel dan bagian yang semakin dikendalikan oleh Hamas menjadi permanen,” kata Wadephul.
Menurut Wadephul, kesabaran diperlukan dalam penerapan rencana perdamaian di Gaza, yang mencakup penarikan bertahap pasukan Israel, pelucutan senjata Hamas, dan pembangunan kembali Gaza. “Meskipun kita berharap ini akan berakhir besok, kita harus mempersiapkan diri untuk kenyataan bahwa ini akan tetap menjadi proses yang panjang. Saat ini, kita masih jauh dari dapat memulai proses rekonstruksi di Jalur Gaza,” ucapnya.
Kendati demikian, dia berharap konferensi rekonstruksi internasional yang direncanakan Jerman bersama Mesir dan negara-negara lainnya, dapat berlangsung pada awal 2026.
“Namun tentu saja kami mengharapkan negara-negara tetangga di kawasan Teluk khususnya, beberapa di antaranya memiliki sumber daya keuangan yang diperlukan, untuk ikut terlibat,” ujar Wadephul.
Dia mengakui, sejak gencatan senjata di diberlakukan pada Oktober 2025 lalu, pasokan bantuan kemanusiaan yang memasuki Gaza meningkat. Namun Wadephul menilai, jumlahnya masih belum memadai.
“Secara keseluruhan, situasinya tidak memuaskan, karena organisasi bantuan yang diakui secara internasional, termasuk yang didukung oleh Jerman, sangat membutuhkan akses ke Gaza," kata Wadephul.
.png)
2 hours ago
3







































