Inisiatif Trump, Respons Hamas, dan Dilema Masa Depan Palestina

2 hours ago 1

Oleh : Fahmi Salim, Direktur Baitul Maqdis Institute

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana perdamaian yang diajukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada akhir September 2025 membuka babak baru dalam diskursus konflik Israel-Palestina.

Inisiatif itu berisi 20 butir, mulai dari penghentian perang di Jalur Gaza, pertukaran tawanan, distribusi bantuan kemanusiaan, hingga wacana pelucutan senjata Hamas dan masa depan pemerintahan Gaza. Bagi sebagian kalangan, rencana ini adalah kesempatan menghentikan perang dan mengalirkan bantuan. Namun, bagi pihak lain, ia dipandang sebagai instrumen politik yang dapat melucuti hak-hak mendasar rakyat Palestina.

Dalam pusaran dinamika tersebut, respons Hamas menjadi titik perhatian. Gerakan Perlawanan Islam yang selama ini diposisikan sebagai kekuatan utama di Gaza memilih jalan yang tidak frontal. Alih-alih menolak secara total atau menerima seluruh isi rencana, Hamas mengajukan jawaban selektif: menyambut butir-butir kemanusiaan yang mendesak, sekaligus menunda pembahasan isu-isu strategis dalam kerangka konsensus nasional Palestina. Langkah ini, menurut banyak pengamat, adalah manuver politik yang cerdas, tetapi penuh risiko.

Taktik Respons Hamas

Pertama, pertukaran tawanan. Hamas menyatakan kesediaan membebaskan seluruh tawanan Israel—baik yang masih hidup maupun jenazah—dengan mekanisme pertukaran yang adil. Sebagai kompensasi, Israel diminta melepaskan ribuan tahanan Palestina. Dengan demikian, Hamas memberi Trump “kartu keberhasilan” yang dapat dijual di panggung internasional, tanpa merugikan prinsip dasar Palestina.

Kedua, apresiasi terbatas terhadap Trump. Hamas memuji inisiatif gencatan senjata dan distribusi bantuan yang diusulkan Trump, tetapi tetap berhati-hati agar tidak memberikan legitimasi politik berlebihan. Apresiasi ini lebih bersifat diplomatis ketimbang substantif, dengan tujuan menjaga ruang komunikasi terbuka tanpa mengorbankan sikap ideologis.

Ketiga, melewati jalur Israel. Respons Hamas ditujukan langsung kepada Trump dan para mediator internasional tanpa merujuk kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Publikasi pernyataan Hamas oleh Trump melalui akun medsos pribadinya di platform Truth Social @realDonaldTrump menciptakan preseden diplomatik: AS secara de facto membuka komunikasi dengan Hamas, sesuatu yang selama ini ditolak Israel. Langkah ini membuat Netanyahu berada dalam posisi sulit karena terpinggirkan dari percakapan utama.

Keempat, mengaitkan perang dengan bantuan. Hamas menegaskan bahwa gencatan senjata tidak boleh menjadi jeda kosong, melainkan harus diikuti dengan aliran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Dengan begitu, Hamas menolak skenario lama “berunding di bawah serangan” yang kerap dijalankan Israel, di mana proses negosiasi berjalan di tengah pemboman.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |