Gencatan Senjata di Gaza Hanya Omong Kosong

1 hour ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, Dua warga Palestina syahid pada hari Rabu akibat tembakan tentara Israel di wilayah yang dikenal sebagai Garis Kuning di Jalur Gaza. Sementara pasukan penjajahan mengklaim telah membunuh empat dari mereka yang mereka gambarkan sebagai “militan” dan menangkap dua lainnya di Rafah, di bagian selatan Jalur Gaza.

Rumah Sakit Al-Aqsa mengumumkan kematian seorang warga Palestina dalam pemboman Israel di kamp Maghazi. Sumber medis di Rumah Sakit Nasser melaporkan bahwa seorang warga Palestina syahid dan seorang lainnya terluka dalam serangan Israel di kota Bani Suheila di Khan Yunis, di dalam Garis Kuning.

Tentara Israel juga mengklaim bahwa pasukan Brigade Nahal membunuh seorang pejuang dalam serangan udara di wilayah Rafah di selatan Gaza, kemudian membunuh tiga orang lainnya serta menangkap dua orang.

Israel telah berulang kali menyerang Gaza sejak gencatan senjata dimulai, menuduh kelompok Palestina Hamas melakukan pelanggaran gencatan senjata. Hamas menyangkal hal tersebut, dan warga Palestina menyatakan bahwa Israellah yang telah menggunakan kekuatan besar sejak gencatan senjata dimulai, melanggar gencatan senjata sebanyak 500 kali, dan membunuh lebih dari 342 warga sipil, termasuk 67 anak-anak.

Salah satu penyintas serangan pelanggaran gencatan senjata itu adalah Faiq Ajour. Faiq sedang dalam perjalanan untuk membeli beberapa barang dari kios sayur terdekat ketika serangan Israel terjadi pada hari Sabtu.

Lima orang yang syahid di daerah al-Abbas Kota Gaza, tempat tinggal Faiq, termasuk di antara 24 orang yang dibunuh pada hari Sabtu di Jalur Gaza oleh Israel. 

“Ini adalah mimpi buruk, bukan gencatan senjata,” kata Faiq dilansir Aljazirah. “Dalam sekejap setelah ketenangan, kehidupan berubah seperti perang lagi.”

"Kami melihat bagian-bagian tubuh, asap, pecahan kaca, orang-orang yang terbunuh, ambulans. Pemandangan yang kami belum sembuh darinya dan itu tidak meninggalkan ingatan kita."

Faiq, 29 tahun dan berasal dari lingkungan Tuffah di bagian timur Kota Gaza, sangat menderita selama perang. Dia menggambarkan kehilangan 30 anggota keluarga besarnya pada bulan Februari 2024, termasuk orang tua dan anak-anak saudara laki-lakinya, setelah serangan Israel terhadap sebuah rumah yang mereka tinggali. Serangan tersebut melukai istrinya dengan parah, memaksa dokter untuk mengamputasi salah satu jarinya.

“Ayah dan ibu saya terbunuh, anak laki-laki dari saudara laki-laki saya, bibi saya, sepupu saya… seluruh keluarga hilang,” kenang Faiq.

Faiq sejak itu memindahkan keluarganya ke Kota Gaza dan ke Gaza tengah untuk melarikan diri dari pasukan Israel, semuanya demi mencari “keamanan yang tidak ada”, seperti yang ia katakan.

Sejak Oktober, ia telah mencoba beradaptasi dengan apa yang disebutnya “gencatan senjata”, namun ia mengatakan masih belum ada keamanan. “Setiap beberapa hari, terjadi gelombang pemboman dan serangan yang ditargetkan, dan segalanya menjadi kacau tanpa peringatan.”

“Kami kelelahan,” tambahnya. "Kehidupan di Gaza 99 persen hilang, dan gencatan senjata hanya satu persen upaya untuk menghidupkannya kembali. Namun kami telah kehilangan harapan dalam segala hal."

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |