Gaikindo meminta pemerintah membatalkan penerapan opsen pajak kendaraan bermotor pada 2025 karena akan membebani penjualan mobil.
Gaikindo meminta pemerintah membatalkan penerapan opsen pajak kendaraan bermotor pada 2025 karena akan membebani penjualan mobil. (Foto: MNC Media)
IDXChannel - Gabungan Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) meminta pemerintah membatalkan penerapan opsen pajak kendaraan bermotor pada 2025. Pasalnya, tambahan pungutan itu dapat membuat penjualan mobil makin jeblok.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan kendaraan roda empat atau mobil terus menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, penjualan mobil berada di angka 1.005.802 unit, kemudian turun pada 2024 menjadi tinggal 864.732 unit, anjlok 13,4 persen.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara menilai, kebijakan opsen pajak plus kenaikan PPN 12 persen akan semakin menekan penjualan mobil. Konsumen harus merogoh kocek lebih dalam sebelum membeli mobil karena aneka pungutan itu akan dibebankan kepada mereka, sehingga membuat konsumen semakin enggan membeli mobil baru.
"Kalau kebijakan opsen ini dijalankan, kemudian masyarakat bereaksi yang berbeda, maka mungkin (penjualan) kita bisa turun di bawah 800-700-an (ribu) dalam satu tahun," ujarnya dalam Market Review IDXChannel, Senin (10/2/2025).
"Kalau itu (opsen pajak) terjadi, maka kita akan kalah semuanya, karena kan harapannya (pemerintah) mendapatkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor, tapi kalau penjualan turun maka otomatis pendapatan akan turun," kata Kukuh.
Sementara itu, pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto menambahkan, industri roda empat membutuhkan intervensi cepat karena kondisinya makin berat. Dalam jangka pendek, industri otomotif membutuhkan insentif pajak meski dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi dan daya beli menjadi kuncinya.
Berdasarkan hitungan LPEM UI dengan asumsi opsen pajak diberlakukan di semua wilayah, tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maksimum 1,2 persen, dan BBNKB 12 persen, total pajak mobil naik menjadi 48,9 persen dari harga dibandingkan sebelumnya sebesar 40,25 persen. Akibatnya, harga mobil baru naik 6,2 persen di tengah belum pulihnya daya beli masyarakat.
"Dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil tahun ini diprediksi turun 9,3 persen menjadi sekitar 780 ribu unit tahun 2025," kata Riyanto.
Salah satu opsi insentif yang bisa dipertimbangkan pemerintah adalah diskon PPnBM untuk mobil berpenggerak 4x2 dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 80 persen, seperti yang dilakukan pada 2021.
"Dengan diskon PPnBM 5 persen alias tarif PPnBM 10 persen, harga mobil bisa diturunkan 3,6 persen, yang bisa memicu tambahan permintaan 53.476 unit," ujarnya.
(Rahmat Fiansyah)