Duh 60% Sungai di RI Tercemar Limbah Domestik-Sampah Plastik

9 hours ago 4

Jakarta -

Kementerian Lingkungan Hidup mencatatkan, lebih dari 60% sungai di Indonesia dalam kondisi tercemar, hingga mempengaruhi kualitas air yang dipergunakan masyarakat. Setidaknya 6 dari 10 provinsi dengan kualitas air terendah berada di Pulau Jawa yang merupakan pusat ekonomi.

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, pencemaran sungai berasal dari berbagai sumber, antara lain seperti limbah domestik, industri, aktivitas pertanian intensif, hingga sampah plastik yang dibuang langsung ke badan air.

Pada tahun 2024, indeks kualitas air (IKA) nasional berada pada angka 51,78. Menurut Hanif, angka ini masih berada di bawah target nasional, di mana daerah dengan kualitas air terendah paling banyak berada di Pulau Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"6 dari 10 provinsi dengan kualitas air terendah berada di Pulau Jawa yang juga merupakan pusat kegiatan ekonomi dan kepadatan penduduk," kata Hanif, dalam acara Webinar Air Untuk Negeri, melalui siaran langsung Youtube Kementerian PU, Senin (16/6/2025).

Hanif menambahkan, sungai-sungai strategis seperti Sungai Citarum di Jawa Barat, Sungai Brantas di Jawa Timur, Sungai Musi di Sumatera Selatan, dan Sungai Batanghari Jambi-Sumatera Barat juga mengalami penurunan kualitas selama 3 tahun terakhir.

Di samping itu, ketimpangan kualitas air pun mencolok. Pulau Jawa memiliki indeks pemanfaatan air hanya 0,27. Padahal, Hanif mengatakan, kebutuhan air untuk pangan mencapai lebih dari 30 ribu juta meter kubik per tahun.

Sedangkan, kawasan Papua memiliki indeks pemanfaatan air 1,89, yang menurutnya menunjukkan ketersediaan air yang jauh lebih besar. Namun potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.

Dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Nasional, Hanif mengatakan, telah ditetapkan arah kebijakan berbasis daya dukung dan daya tampung lingkungan, termasuk untuk pengelolaan air dan ketahanan pangan.

RPPH Nasional menyoroti 3 isu strategis. Pertama, penurunan daya dukung dan kualitas air akibat pencemaran dan eksploitasi berlebih. Kedua, alih fungsi lahan pertanian, produktif, dan lahan basah yang mengganggu keseimbangan hidrologi. Ketiga, ketimpangan spasial antara wilayah yang kekurangan air dan wilayah yang memiliki cadangan air yang melimpah.

Ke depan Kementerian LH dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) akan fokus pada lima langkah utama. Pertama, pemutakhiran data daya dukung air berbasis spasial dan ekoregion. Kedua, restorasi daerah aliran sungai prioritas, Citarum, Batanghari, Mahakam, Kapuas, serta Ciliwung, Brantas, dan Bengawan Solo.

Ketiga, integrasi nexus dan PES dalam seluruh perencanaan pembangunan. Keempat, penguatan kolaborasi sektoral dan antarwilayah. Kelima, edukasi publik dan penguatan kesadaran generasi muda melalui pendekatan seperti sekolah peduli air dan komunitas patroli sungai, serta masyarakat peduli gambut untuk perlindungan lahan basah.

(shc/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |