Banjir Sumatera tak Cuma karena Cuaca Ekstrem, Terungkap Data Luas Kebun Sawit Melebihi Batas Atas

1 hour ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Lembaga advokasi lingkungan Sawit Watch menegaskan banjir bandang dan tanah longsor, yang menerjang Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) tidak hanya dipicu cuaca ekstrem. Namun juga pelanggaran ambang batas daya dukung lingkungan, yang didorong ekspansi perkebunan sawit yang tak terkendali. 

Sawit Watch bersama koalisi masyarakat sipil melakukan kajian nilai batas atas (cap) sawit di Indonesia yang menggunakan pendekatan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH). Hasilnya menunjukkan Pulau Sumatera telah mengalami defisit ekologis. 

Sawit Watch menemukan luas tutupan sawit di Sumatera mencapai 10,70 juta hektar. Jauh melampaui nilai batas atas (cap) sawit Pulau Sumatera sebesar 10,69 juta hektar. Padahal kebutuhan lahan sawit di Sumatera hanya seluas 1,53 juta hektar.

“Merujuk pada hasil riset kami luas perkebunan sawit eksisting tahun 2022 di Pulau Sumatera, telah sedikit melampaui kapasitas ekosistem (cap sawit)," kata Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo dalam pernyataannya Jumat (4/12/2025).

Surambo mengatakan meski kelebihan luasan (surplus) secara angka terlihat kecil, permasalahan utamanya terletak pada distribusi spasial penanaman. Ia menambahkan riset menemukan merujuk Peta Penggunaan Lahan (PPL) terdapat 5,97 juta hektare perkebunan sawit di Sumatera berada di dalam wilayah Variabel Pembatas.

“Ketika hutan di area variabel pembatas dikonversi menjadi sawit yang monokultur, lanskap akan kehilangan kemampuan alaminya yang berfungsi seperti 'spons' penyerap, sehingga memicu aliran permukaan (limpasan) ekstrem yang berujung terjadinya bencana," kata Surambo.

Hanya kebun sawit eksisting yang dapat dipertahankan tanpa ada peluang ekspansi baru di Sumatera. Surambo mengatakan temuan ini menegaskan perlunya pengendalian ketat terhadap perluasan sawit untuk memastikan keberlanjutan ekologis dan kepastian tata ruang. 

Ia menambahkan hasil analisi spasial Sawit Watch menunjukkan tumpang tindih antara tutupan sawit, area berisiko, dan wilayah terdampak banjir. Temuan inii menampilkan jalur dan sebaran banjir parah yang melanda beberapa wilayah di Sumatera, yaitu Aceh, Mandailing Natal (Sumatera Utara), dan Pesisir Selatan (Sumatera Barat). 

Di Aceh, banjir parah terjadi pada lanskap yang di dalamnya terdapat 231.095,73 hektar konsesi kebun sawit. Di Mandailing Natal, Sumatera Utara, area yang terdampak banjir memiliki sekitar 65.707,93 hektar konsesi sawit. Sedangkan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, banjir terjadi pada wilayah dengan 24.004,33 hektar konsesi sawit.

Jika digabungkan, total terdapat 320.807,98 hektar konsesi sawit dalam bentang lanskap yang mengalami banjir parah. Angka-angka ini menegaskan banjir di beberapa wilayah Sumatera bukan hanya dipicu curah hujan ekstrem dan anomali cuaca, tetapi juga erat kaitannya dengan tata kelola ruang dan tekanan terhadap daerah tangkapan air yang berada di dalam maupun sekitar konsesi sawit skala besar serta daya dukung lingkungan. 

"Kombinasi faktor hidrologis dan ekspansi konsesi di zona sensitif menyebabkan risiko banjir menjadi semakin tinggi dan berdampak luas,” tambah Surambo. 

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |