Jakarta -
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menanggapi laporan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang menyoroti Pasar Mangga Dua sebagai salah satu pusat produk bajakan di Indonesia.
Ketua Umum Abdullah Mansuri mengakui memang masih ada pedagang yang menjual produk bajakan di Pasar Mangga Dua. Meski begitu, dia mengklaim persentase pedagang yang menjual produk bajakan hanya sekitar 5-7% dari total pedagang di Pasar Mangga Dua.
"Menurut saya sekitar 5% sampai 7%. Kalau diperhatikan dari total katakanlah sekitar 1.000 pedagang yang jual di Mangga Dua itu nggak sampai 7%," kata dia kepada detikcom, Minggu (20/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdullah mengatakan para pedagang tersebut biasanya menjajakan produk-produknya di pinggir area pasar atau bahkan tidak menampakkan diri. Adapun produk bajakan yang dijual, seperti tas hingga jam mewah.
"Karena kalau kita perhatikan kita masuk (ke Pasar) Mangga Dua itu biasanya penjual-penjual barang ilegal atau KW itu biasanya ada di pinggiran atau tidak menampakkan diri. Produknya ya paling tas mewah, KW sama jam-jam, tapi itu juga kecil," terang Abdullah.
Abdullah menegaskan di Pasar Mangga Dua lebih banyak menjual produk-produk UMKM. Menurut dia, adanya produk bajakan yang masih beredar lantaran masih ada segmentasi pasarnya dan sudah terjadi cukup lama.
Meskipun segmentasi pasar kecil, Abdullah menilai wajar saja apabila masih ada pedagang yang menjual produk bajakan. Di sisi lain, dia juga menyoroti regulasi serta pengawasan dari pemerintah yang tak maksimal.
"Soal ini melanggar hak cipta ya saya membenarkan tapi karena tidak ada regulasi, pengawasan yang maksimal. Ini juga sudah terjadi berpuluh-puluh tahun dan akhirnya menjadi kewajaran karena dianggap tidak ada pengawasan dari pemerintah. Tapi sekali lagi Ini segmennya kecil banget sehingga kita cukup sulit bicara lebih jauh tentang penertiban," jelas Abdullah.
Dia pun menerangkan bahwa keberadaan produk bajakan tidak mampu menggeser produk-produk lokal. Sebab, produk bajakan hanya ditujukan untuk konsumen-konsumen tertentu.
"Ini juga tidak sepenuhnya pasar tradisional karena di situ ada di ITC kan. Tapi, apapun itu kami juga harus menjaga agar pedagang-pedagang yang memiliki segmen pembeli tertentu itu juga perlu diakomodir walaupun jumlahnya kecil. Saya rasa itu tidak banyak (pedagang produk bajakan) kok," imbuh Abdullah.
Dikutip dari laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis pada akhir Maret 2025, United State Trade Representative (USTR) membahas daftar hambatan perdagangan dari 59 negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
"Indonesia tetap berada dalam Daftar Pantauan Prioritas dalam Laporan Khusus 301 tahun 2024," tulis USTR, dikutip dari laporan tersebut.
(acd/acd)