Jakarta -
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menilai saat ini dunia dalam kondisi tidak baik-baik saja. Pemicunya adalah perang dagang yang dilancarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Airlangga mengatakan indikator pasar keuangan hingga masih terus berfluktuasi. Kondisi ini salah satunya tercermin dari kondisi anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa pagi (8/4/2025).
"Dunia sedang tidak baik-baik saja. Kita lihat indikator pasar keuangan masih berfluktuasi. IHSG masih negatif, namun sudah berada pada trend positif," kata Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun IHSG pada pembukaan perdagangan pagi ini anjlok 598,56 poin atau 9,19% ke posisi 5.912,06. Bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sempat melakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan pasar.
Selain IHSG, Airlangga juga menyinggung tentang nilai tukar dolar terhadap rupiah. Meski masih terus berfluktuasi, menurutnya pagi ini nilai tukar dolar AS terhadap Rupiah masih betah bergerak pada level Rp 16.800-an.
"Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga. Walaupun ada kelemahan, tetapi kalau kita bandingkan negara lain seperti Jepang, kelemahannya itu sampai 50%, demikian pula beberapa negara lain. Bahkan Amerika menuding beberapa negara sebagai currency manipulator, dijadikan alasan untuk hambatan non-tarif," ujarnya.
Selain itu kondisi yield treasury, cadangan devisa, hingga obligasi Indonesia yang terpantau masih relatif bagus.
"Kemudian trade policy uncertainty-nya juga tinggi. Sehingga kita masuk dalam kebijakan yang uncertain, terjadi gejolak pasar uang seluruh dunia, pelemahan mata uang di emerging market, kemudian juga retaliasi tarif oleh China, kemudian rantai pasok global juga terganggu," jelas Airlangga.
Di samping itu, Airlangga juga memperingatkan peningkatan risiko terjadinya resesi global. Ia menyinggung tentang berbagai komoditas strategis dunia yang mengalami penurunan harga, baik itu crude oil (minyak mentah) maupun palm oil (minyak sawit).
"Kalau kita lihat Fruit Oil turun (harganya turun) hampir 30%, (minyak mentah) Brent juga turun 28% sehingga angkanya di angka US$ 60-an. Batu Bara turun ke 24%, ke angka US$ 97. Satu-satunya yang naik ini adalah emas," ujar Airlangga.
"Jadi seluruh komunitas turun artinya demand ini akan menahan dan berdasarkan ini, kita harus hati-hati terhadap kemungkinan recession dunia," sambungnya.
Di sisi lain ketidakpastian pada perekonomian global atau economic uncertainty langsung melonjak. Probabilitas resesi global juga ikut terkerek naik.
"Namun Indonesia masih relatif rendah di 5%, kemudian trade policy uncertainty-nya juga tinggi. Sehingga kita masuk dalam kebijakan yang uncertain, terjadi gejolak pasar uang seluruh dunia, pelemahan mata uang di emerging market, kemudian juga retaliasi tarif oleh China, kemudian rantai pasok global juga terganggu," terang Airlangga.
Yang jelas, pemerintah optimistis kondisi ekonomi masih kuat. Apalagi, menurut Airlangga, Bank Emas yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada Februari 2025 memperkuat fundamental Indonesia dalam menghadapi potensi tantangan resesi tersebut.
"Jadi Pak Presiden (Prabowo) launching bullion (bank) tepat waktu, karena ini menjadi komunitas yang recession proof, safe haven itu ada dua, dolar dan emas dan kita punya emas. Jadi kita punya daya tahan yang kuat, kemudian kedelai turun, gandum turun, CPO turun, dan harga beras turun," kata Airlangga.
Sebagai informasi, Trump telah mengumumkan kebijakan tarif impor baru menyasar berbagai negara asing yang dianggap memiliki surplus perdagangan terhadap AS. Ada 100 mitra dagang yang terdampak, beberapa negara dengan tarif cukup besar ada China 34%, Vietnam 46%, Kamboja 49%, Taiwan 32%, India 26%, hingga Korea Selatan 25%. Sedangkan Indonesia sendiri terkena sebesar 32%.
(shc/hns)