Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada akhir perdagangan Selasa (14/10), turun 30 poin atau sekitar 0,18 persen ke level Rp16.603 per USD
Rupiah Sore Ini Ditutup Melemah ke Rp16.603 per Dolar AS (FOTO:iNews Media Group)
IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada akhir perdagangan Selasa (14/10/2025), turun 30 poin atau sekitar 0,18 persen ke level Rp16.603 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, salah satu sentimen pelemahan rupiah karena Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap China, yang memicu kecaman keras dari Beijing, yang mengancam akan melakukan tindakan pembalasan. Namun, kedua negara tampaknya sedang berupaya mencapai rekonsiliasi.
"Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan pada hari Senin bahwa Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan akhir bulan ini. Bessent juga mengatakan bahwa Washington dan Beijing terus berunding mengenai kemajuan perdagangan lebih lanjut," ujar Ibrahim.
Selain itu, prospek dua kali lagi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (Fed) tahun ini telah menjaga imbal hasil Treasury tetap rendah dan Pasar mengindikasikan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan 29 Oktober mendatang. Peluangnya mencapai 97 persen, menurut alat probabilitas suku bunga CME FEd Watch.
Sementara itu penutupan pemerintah AS memasuki hari ke-13 pada hari Senin, karena para anggota parlemen masih menemui jalan buntu mengenai rancangan undang-undang pendanaan sementara untuk membuka kembali lembaga-lembaga federal.
Fokus pasar hari ini adalah pada pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang akan mengikuti sebuah diskusi tentang prospek ekonomi dan kebijakan moneter pada Pertemuan Tahunan Asosiasi Ekonomi Bisnis Nasional, di Philadelphia. Sementara itu Laporan Indeks Harga Konsumen (IHK), yang semula dijadwalkan akan dirilis pada hari Rabu minggu ini, telah ditunda hingga 24 Oktober karena penutupan pemerintah.
Dari sentimen dalam negeri, perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah gejolak global. Prospek ekonomi nasional semakin positif didukung oleh pertumbuhan yang solid, inflasi yang stabil, dan perbaikan kinerja ekspor di tengah tren penurunan suku bunga global.
International Monetary Fund (IMF) merevisi ke atas proyeksi perekonomian global yang mencerminkan optimisme yang mulai menguat. Indonesia termasuk negara yang mengalami revisi ke atas dengan pertumbuhan ekonomi 2025 diproyeksikan naik menjadi 4,8 persen dari sebelumnya 4,7 persen. Pemerintah optimistis realisasi bisa melampaui proyeksi tersebut.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada triwulan II-2025. Pertumbuhan tersebut didorong konsumsi rumah tangga yang meningkat 5 persen, serta investasi yang tumbuh 6,99 persen. Sektor manufaktur sebagai kontributor ekonomi terbesar kembali menguat dengan pertumbuhan mencapai 5,68 persen, tertinggi sejak tahun 2022.
Di sisi lain, kinerja ekspor Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Berdasarkan data Bea Cukai hingga Agustus 2025, ekspor tumbuh 7,8 persen secara tahunan, terutama didorong sektor industri pengolahan dan hilirisasi mineral seperti nikel dan tembaga.
Neraca perdagangan kumulatif Januari hingga Agustus 2025 bahkan melonjak 52,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut mencerminkan daya saing ekspor yang semakin kuat meskipun diwarnai dinamika tarif perdagangan global.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.600 - Rp16.650 per dolar AS.
(kunthi fahmar sandy)