Rojali & Rohana Bisa Berubah Wujud Jadi Robeli, Begini Caranya

17 hours ago 4

Jakarta -

Fenomena Rojali atau rombongan jarang beli dan Rohana atau rombongan hanya nanya, banyak beredar di mal. Namun, mereka yang hanya sekadar berkunjung di mal tanpa belanja ini diramal bisa berubah jadi Robeli atau rombongan benar-benar beli.

Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah mengatakan Rojali dan Rohana dapat berubah jadi Robeli jika pemerintah mengubah sejumlah aturan sehingga toko-toko di pusat perbelanjaan dapat lebih berdaya saing, khususnya untuk menghadapi gempuran toko online.

"Ya jadi akan ada peningkatan dengan catatan jika masukan-masukan dari asosiasi untuk perbaikan sektor retail offline dapat dilaksanakan. Contoh barang-barang yang di online juga harus bayar PPN 11%. Sedangkan yang di mal kan bayar 11%, jadi yang di online harus juga bayar," katanya kepada detikcom, ditulis Kamis (31/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebab menurutnya salah satu penyebab banyaknya Rohana dan Rojali adalah karena mereka sudah membeli produk-produk yang dibutuhkan mulai dari peralatan rumah tangga sampai fesyen secara online. Tidak mengherankan jika saat ini hanya gerai makanan dan minuman yang masih ramai dikunjungi.

"Makan langsung di tempat, panas-panas makan masih ramai, nongkrong ramai. Tapi untuk toko-toko peralatan rumah tangga, elektronik, toko baju-fesyen, sepatu itu terpukul sekali yang di mal, di Depstore terpukul sekali dengan online," paparnya.

Karena itu Budiharjo menilai para Rojali dan Rohana ini dapat menjadi Robeli jika ada perbaikan aturan dari pemerintah. Termasuk dari bagaimana pemilik toko offline diberikan kelonggaran untuk bisa memasukkan barang lebih banyak ke pusat perbelanjaan.

"Di offline barangnya nggak lengkap karena kalau mau masuk kami mengajukan dulu semua peraturan. Ajukan Pertek Impor, minta izin nanti harus mengikuti neraca komoditas, kalau dulu ada kuota. Jadi kami tuh barangnya nggak lengkap. Belum apa-apa sudah kalah sama online, belum kalah harga," terangnya.

"Jadi Rojali itu yang terjadi kami menengah atas yang punya uang ke mal cuma makan. Belanjanya di Malaysia, di Hongkong, di Singapura. Jadi Rojali itu kenapa jarang beli bukan cuma masalah daya beli saja. Jadi kalau kita perbaiki produknya, pajaknya yang di offline akan jadi bersaing dengan online," papar Budiharjo lagi.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan pengunjung yang datang ke mal tapi sedikit atau tidak belanja bukanlah tren atau fenomena baru. Namun ia turut mengaminkan bahwa pengunjung pusat-pusat perbelanjaan tidak selamanya akan dipenuhi oleh Rojali dan Rohana.

Menurutnya saat ini fenomena Rojali dan Rohana terjadi karena berbagai faktor seperti daya beli masyarakat yang masih belum pulih, khususnya masyarakat kelas menengah bawah. Sehingga saat daya beli masyarakat terangkat kembali, tentu para Rojali dan Rohana ini berpotensi menjadi Robeli.

"Kondisi tersebut tidak akan berlangsung selamanya, kondisi akan kembali normal tatkala daya beli masyarakat juga sudah kembali normal," tegasnya.

Lebih lanjut, Alphonzus berpendapat jika fenomena rombongan jarang beli sama rombongan hanya nanya sebagian besar juga hanya ditemukan di pusat-pusat perbelanjaan di Pulau Jawa. Karena di luar Pulau Jawa menurutnya masih lebih banyak Robeli.

"Secara umum ataupun secara rata-rata nasional Rojali dan Rohana masih belum mengganggu kinerja pusat perbelanjaan karena sebenarnya daya beli masyarakat di luar Pulau Jawa relatif masih lebih stabil dibandingkan dengan yang di pulau Jawa," jelas Alphonzus.

(igo/fdl)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |