Riset: Gen Z Jadikan Judol Sebagai Jalan Pintas Penuhi Gaya Hidup

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian mahasiswa IPB University mengungkapkan bahwa generasi Z yang melek teknologi justru rentan terjerat praktik judi online (judol). Fenomena ini tak lagi sekadar persoalan moral, melainkan cerminan krisis sosial-ekonomi di tengah kemajuan digital.

Tim mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini melakukan wawancara mendalam terhadap laki-laki berusia 22 hingga 27 tahun, sebagian besar lulusan perguruan tinggi, dengan penghasilan antara Rp2-5 juta per bulan. Mereka tinggal di wilayah urban dan menghadapi tekanan ekonomi serta gaya hidup digital yang tinggi.

"Fenomena ini bukan lagi sekadar persoalan moral, tetapi cermin dari paradoks digital yang menimpa Gen Z, kelompok yang lahir dan tumbuh di era konektivitas tanpa batas," kata Zyahwa Aprilia, perwakilan tim peneliti, dalam keterangan tertulis dikutip pada Senin (20/10/2025).

Banyak responden mengakui bahwa judi online menjadi jalan pintas untuk memenuhi gaya hidup. Bukan semata karena keinginan berjudi, namun karena ingin bertahan di tengah tuntutan sosial dan ekonomi yang berat. Zyahwa menyebut, kondisi ini menunjukkan bahwa literasi digital tidak otomatis berbanding lurus dengan literasi finansial maupun moral.

Penelitian ini juga menemukan pengaruh kuat budaya digital dalam normalisasi perilaku berjudi di kalangan gen Z. Iklan judol muncul di media sosial, game, bahkan grup pertemanan.

"Bagi mereka, judi digital bukan lagi aktivitas 'gelap', tetapi sekadar bagian dari hiburan daring. Main game sambil dapat uang, katanya. Kondisi ini menunjukkan bahwa literasi digital yang tinggi tidak otomatis berbanding lurus dengan literasi moral atau finansial. Akses internet justru membuka ruang bagi perilaku berisiko yang sebelumnya sulit dijangkau," kata dia.

Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa gelar sarjana dan kemampuan berpikir kritis tidak otomatis menjadikan seseorang kebal terhadap adiksi digital. Tekanan gaya hidup dan budaya konsumtif yang masif di media sosial mendorong perilaku mencari penghasilan cepat, termasuk melalui cara berisiko.

"Mereka melek teknologi, tapi belum tentu siap menghadapi kompleksitas dunia digital yang memanipulasi psikologi dan ekonomi personal," tegas Zyahwa.

la menyoroti kesenjangan besar antara penguasaan tenologi dan pemahaman etika digital. Menurutnya, kondisi ini adalah wajah nyata dari paradoks digitalisasi di mana teknologi yang semestinya membuka peluang justru menciptakan jebakan baru bagi mereka yang belum siap secara ekonomi dan kultural.

Penelitian ini juga menggarisbawahi bahwa judi online hanyalah salah satu dari bentuk Specific Problematic Internet Use (SPIU) atau perilaku bermasalah akibat penggundan internet yang tidak sehat.

Melihat fenomena ini, Zyahwa dan tim peneliti mendorong agar kebijakan publik tidak hanya fokus pada pemblokiran situs judi online. Pendekatan sosial dan kultural dinilai jauh lebih penting, mulai dari edukasi finansial di tingkat universitas hingga penguatan etika digital sejak usia sekolah.

"Angka-angka tidak berdiri sendiri. Di balik data, ada wajah-wajah muda yang berjuang antara realitas ekonomi dan dunia digital yang menggoda. Gen Z tidak butuh sekadar peringatan, tapi ruang aman untuk memahami dan mengelola perilaku digital mereka," kata dia.

Warga melintas di depan mural bertema cegah judi online di Kediri, Jawa Timur, Rabu (9/10/2024).

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |