Rahasia Keutamaan Waktu Pagi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagi merupakan waktu yang paling banyak dipuji dalam Al-Qur’an. Ia hadir bukan sekadar sebagai pergantian siang dan malam, tetapi sebagai simbol kehidupan, kesadaran, dan keberkahan.

Dalam tafsir Mafātīḥ al-Ghaib, Fakhruddin ar-Razi menjelaskan waktu pagi (ash-shubḥ) sebagai momen yang memancarkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Menurutnya, terbitnya cahaya setelah kegelapan malam adalah bukti nyata bagaimana rahmat Allah senantiasa mengalahkan murka-Nya, bagaimana kehidupan selalu menemukan jalan setelah mati. Pagi, dalam pandangan ar-Razi, bukan sekadar awal hari, tetapi pernyataan ilahi tentang kebangkitan dan harapan.

Salah satu ayat yang menjadi perhatian ar-Razi adalah firman Allah dalam Surah Adh-Dhāriyāt ayat 18:

“وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ”

“Dan pada waktu sahur (menjelang fajar) mereka memohon ampunan.”

Ar-Razi menjelaskan bahwa waktu menjelang fajar adalah saat paling mustajab untuk beristighfar, karena ketika itu hati manusia paling jernih dan jauh dari kesibukan duniawi. Pagi hari menjadi ruang sunyi di mana kesadaran manusia berjumpa langsung dengan Rabb-nya. Dalam suasana itu, ampunan lebih dekat, doa lebih tulus, dan niat lebih murni.

Dalam tafsirnya terhadap Surah Asy-Syams ayat 1–2,

“وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا”,

ar-Razi menekankan bahwa penyebutan cahaya matahari dan waktu dhuha menunjukkan keagungan momen pagi. Pagi, bagi ar-Razi, adalah lambang kebenaran yang menghapus gelapnya kebatilan.

Sebagaimana cahaya menyingkap apa yang tersembunyi di malam hari, demikian pula ilmu dan iman menyingkap kebodohan dan kesesatan. Oleh karena itu, orang beriman diseru untuk memulai harinya dengan zikir, ilmu, dan amal, karena pagi adalah waktu ketika rahmat Allah tersebar seluas-luasnya.

Fakhruddin ar-Razi juga mengutip makna spiritual dari firman Allah dalam Surah Al-Fajr ayat 1: “وَالْفَجْرِ” — “Demi waktu fajar.” Sumpah Allah atas waktu fajar adalah bentuk penghormatan terhadap momen itu.