Peluncuran Buku 'Celoteh Cah Bulaksumur', Dari Romansa Tetangga Sampai Inspirasi Generasi Baru

2 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Celoteh Cah Bulaksumur bukan hanya kumpulan cerita masa lalu, melainkan catatan sosial tentang kehidupan di kompleks perumahan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1965-1985. Dalam 412 halaman, 41 penulis berbagi 93 kisah tentang tumbuh kembang generasi yang dibentuk oleh kebersamaan, solidaritas, dan semangat belajar di jantung Kampus Biru.

Bulaksumur sejak lama dikenal lebih dari sekadar tempat tinggal. Kawasan ini menjadi ruang kebersamaan, di mana anak-anak tumbuh akrab dengan tetangga, dan merasa seperti satu keluarga besar. Gambaran itu kini terasa kontras dengan kehidupan masa sekarang, ketika banyak anak bahkan tak mengenal tetangganya karena kurang srawung atau bersosialisasi.

"Bentuk persaudaraan ala pedesaan seperti ini jarang ditemui di perkotaan. Bagi kami yang tumbuh di Bulaksumur, rasa kebersamaan itu sudah mendarah daging," tulis salah satu penulis dalam buku (hal. 56).

Lingkungan akademik juga memberi warna tersendiri. Anak-anak yang tumbuh di Bulaksumur percaya bahwa pengetahuan adalah bekal utama untuk masa depan.

Seperti yang tertulis di halaman 340: "Mungkin, hidup di lingkungan orang dengan pendidikan tinggi secara tidak langsung membuat kami memahami bahwa investasi leher ke atas itu sangat penting. Dengan pendidikan yang selangkah lebih tinggi, kami bisa hidup lebih layak."

Editor buku, Sri Rudiatin Siswanto, menuturkan antologi ini bermula dari celotehan ringan para mantan penghuni yang kemudian dirangkai menjadi cerita utuh. "Kami mengumpulkan 93 esai, lalu mendiskusikan untuk menjadikannya buku. Dari situ terbentuk kisah anak-anak dosen Bulaksumur, mulai dari romantika remaja, pengaruh politik, sampai kisah cinta antar tetangga," ujarnya.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum II Kagama, Prof Paripurna P. Sugarda, melihat kisah Bulaksumur sebagai gambaran nyata kebersamaan khas Indonesia. "Di Bulaksumur tidak ada perbedaan siapa yang kaya atau miskin, siapa yang pintar karena gelar atau pengalaman. Semua guyub dan setara. Nilai seperti ini penting untuk dipertahankan," katanya.

Sastrawan sekaligus akademisi Prof Heddy Shri Ahimsa Outra menambahkan, bahwa Celoteh Cah Bulaksumur seharusnya dipandang sebagai warisan nilai, bukan sekadar buku kenangan.

"Kami berharap buku ini bisa menjadi inspirasi untuk generasi berikutnya, agar berani menuliskan kisah serupa. Dari sana kita bisa saling belajar dan merekatkan orang-orang yang sudah berpencar di berbagai tempat. Buku ini adalah warisan dari kita semua," ungkapnya.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |