JAKARTA, iNews.id - Nonton mukbang saat puasa, batal atau tidak jadi suatu hal yang kerap ditanya oleh banyak orang. Menonton video mukbang bisa menjadi salah satu opsi untuk mengisi waktu luang oleh sebagian orang untuk mengisi waktu luang, termasuk saat sedang berpuasa.
Bahkan, tak jarang pula orang menonton video mukbang sambil menunggu waktu berbuka puasa. Sebelum masuk ke pembahasan, apa itu mukbang?

Baca Juga
3 Kultum Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan, Singkat dan Menginspirasi
Mukbang merupakan suatu kegiatan saat seseorang memfilmkan dirinya sendiri makan makanan dengan porsi yang sangat besar. BiIasanya dapat dengan mudah kita tonton di YouTube, Instagram, dan TikTok.
Hukum Nonton Mukbang Saat Puasa?
Hal ini sempat dibahas oleh Ustadz Husein Ja'far tatkala menjawab pertanyaan apakah nonton mukbang membatalkan puasa dalam program "Ada Komika Bertanya pada Ustadznya".

Baca Juga
Ceramah Singkat tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan bagi Umat Islam
Di acara tersebut, Habib Ja'far menyebut menonton video mukbang tidak membatalkan puasa. Namun hal ini dapat mengurangi pahala puasa di bulan Ramadhan.
“Iya (mengurangi pahala) kalau niatnya untuk kita tidak menahan nafsu, biar ‘wah enak ni nonton mukbang,” ujarnya.

Baca Juga
4 Bacaan Doa Berbuka Puasa Ramadhan Sesuai Sunnah, Lengkap Arab, Latin, & Artinya
“Dan kalau bisa sampai titik kamu bisa enjoy puasa. Jadi, jangan menjalani puasa sebagai beban. Kalau nonton mukbang karena (Merasa puasa) beban untuk mengganggu nafsumu, maka itu bisa mengurangi pahala puasa,” lanjut ustadz kelahiran Bondowoso tersebut.
Namun, hal tersebut menurutnya tidak berlaku bagi mereka yang berprofesi atau berkecimpung di dunia masak.

Baca Juga
10 Amalan di Bulan Ramadhan, Salah Satunya Membaca Al-Qur'an
“Bahkan dalam hal itu (Puasa) boleh mencicipi. Seorang ibu rumah tangga atau chef boleh mencicipi makanan yang dia masak, tetapi langsung dikeluarin lagi (Tidak boleh tertelan) dan syaratnya sedikit aja, jangan satu sendok,” tuturnya.
Ibnu Abbas berkata, “Tidak masalah bagi seseorang untuk mencicipi makanan, baik makanan berupa cuka atau makanan lainnya, selama tidak masuk tenggorokannya, dalam keadaan dia berpuasa.” (HR. Al-Baihaqi).
Editor: Komaruddin Bagja