Niat Puasa Rajab dan Qadha Ramadhan (Ilustrasi/Freepik)
JAKARTA - Puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang memiliki nilai spiritual tinggi dalam Islam. Selain puasa wajib di bulan Ramadhan, ada juga puasa sunah yang dianjurkan, seperti puasa di bulan Rajab. Di sisi lain, kewajiban qadha (mengganti) puasa Ramadhan menjadi tanggung jawab setiap Muslim yang meninggalkan puasa karena alasan tertentu.
Dalam artikel ini, akan diulas niat, tata cara, serta keutamaan dari puasa Rajab dan qadha Ramadhan secara terpisah agar umat Islam dapat memahami pentingnya melaksanakan kedua ibadah tersebut dengan benar.
1. Puasa di Bulan Rajab
Bulan Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan dalam Islam. Bulan ini memiliki keistimewaan tersendiri, di mana umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah, termasuk berpuasa.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri atas dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulan berturut-turut: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta Rajab Mudhar yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya'ban." (HR. Bukhari dan Muslim)
Puasa Rajab adalah puasa sunah yang tidak memiliki jumlah hari tertentu, sehingga umat Islam dapat melaksanakannya kapan saja selama bulan ini. Namun, beberapa ulama menyebutkan bahwa berpuasa pada awal, pertengahan, atau akhir bulan Rajab memiliki keutamaan tersendiri.
2. Niat Puasa Rajab
Niat adalah salah satu syarat sahnya puasa. Untuk puasa Rajab, niat dapat diucapkan sebelum waktu subuh atau di dalam hati. Berikut adalah lafaz niat puasa Rajab:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Rajaba sunnatan lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Aku berniat puasa Rajab, sunnah karena Allah ta‘âlâ.”
3. Puasa Qadha Ramadhan
Qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang meninggalkan puasa karena alasan yang dibolehkan, seperti sakit, haid, nifas, atau perjalanan jauh. Allah SWT berfirman:
“اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui,”(Q.S Al-Baqarah: 183)