Saat itu pihaknya telah melakukan roadshow dengan para pelaku usaha besar, yang menguasai 80 persen ekonomi nasional.
Mantan Wakil Kepala Otorita Beberkan Alasan Pengusaha Tak Mau Investasi KPBU di IKN (Iqbal Dwi Purnama/iNews Media Group)
IDXChannel – Mantan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Dhony Rahajoe, membeberkan alasan pengusaha kurang tertarik diajak berinvestasi dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur.
Dhony mengatakan, saat itu pihaknya telah melakukan roadshow dengan para pelaku usaha besar, yang menguasai 80 persen ekonomi nasional, untuk mencari pembiayaan proyek IKN. Namun, banyak pelaku usaha yang menolak karena khawatir dikenakan pasal korupsi jika menggunakan skema tersebut.
"Pada saat kita ingin menggenjot KPBU di IKN, roadshow ke pengusaha yang mungkin menguasai 80 persen ekonomi di Indonesia, saya datangi satu per satu. Semuanya menolak KPBU, takut nanti diaudit, ada pasal tipikor yang menurut mereka adalah pasal karet," kata Dhony dalam acara Creative Infrastructure Financing, di Kementerian PUPR, Selasa (3/6/2025).
Pria yang menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menambahkan, pasal karet yang dimaksud adalah Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yang menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Lebih lanjut, Pasal 3 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta/atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar rupiah.
Menurut Dhony, regulasi ini menjadi dilema bagi badan usaha. Di satu sisi, pemerintah meminta bantuan untuk mendukung program dan pembangunan, namun di sisi lain rawan terjerat kasus korupsi.