JAKARTA, iNews.id - Khutbah Idul Fitri 2025 sedih berikut ini dapat disampaikan pada sesi pembacaan khutbah oleh khatib pada pelaksanaan sholat Id. Khutbah sholat Idul Fitri disampaikan sebelum pelaksanaan sholat. Hukum mendengarkan khutbah ini adalah sunnah.
Namun kita dianjurkan untuk mendengarkannya hingga akhir. Tak sedikit pula jamaah sholat Idul Fitri yang terhanyut dalam materi khutbah. Ini membuat mereka banyak yang merenungkannya dan berderai air mata.

Baca Juga
3 Contoh Khutbah Idul Fitri 2025 Singkat, Padat dan Mengharukan Cocok Dijadikan Referensi
Adapun khutbah Idul Fitri 2025 sedih berikut ini bisa dijadikan sebagai referensi dilansir dari berbagai sumber, Kamis (27/3/2025).
Khutbah Idul Fitri 2025
Judul: Lima Pesan Moral Setelah Ramadhan Pamit
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Baca Juga
Khutbah Jumat Akhir Ramadhan Sedih, Ketika Malaikat dan Bumi Menangisi Perginya Bulan Suci
الله أكبر (7) الله أكبر كبيرا والحَمْدُ اللَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرة وَأَصِيلًا، لا إله إلا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَ نَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُندَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ ، لَا إِله إِلَّا اللَّهُ وَلَا تَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدين ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُونَ ، لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرَ الصِّيَامِ لِلْمُؤْمِنِينَ وَجَعَلَ عِيدَ الْفِطْرِ ضِيَافَةُ لِلصَّائِمِينَ وَفَرْحَةٌ لِلْمُتَّقِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِ يكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سيدنا محمدا عبدُهُ وَرَسُولُهُ صَادِقَ الْوَعْدِ الْأَمِينِ ، اللَّهُمَّ فَصَلَ وَسَلَّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ وَعَلَى
Baca Juga
Khutbah Jumat Bahasa Jawa Akhir Ramadhan, Bisa Jadi Referensi!
التابعين وتابع التابعينَ وَعَلَيْنَا مَعَهُمُ بِرَحْمَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ أما بعد)
فيا عِبَادَ اللَّهِ اتَّقُوا اللَّهَ حَيْثُ مَا كُنتُمْ، وَأَتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْمَانَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الهدى والفرقان فمن شهد منكم الشهر فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سفرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَ لَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلَتَكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَتَكَبَرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَتَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (البقرة : (١٨٥
Baca Juga
3 Contoh Khutbah Idul Fitri 2025 Menyentuh Hati dan Bikin Jemaah Merenung
الله أكبر (5) ، الله أكبر ولله الحمد
Hadirin Jemaah Shalat 'led Yang Dirahmati Allah.

Baca Juga
Teks Khutbah Jumat 10 Hari Terakhir Ramadhan: Berburu Kemuliaan Lailatul Qadar
Ramadhan telah berlalu, sabit bulan Syawal datang menjelang, gema takbir, tahmid dan tahlil berkumandang. Tanda insan-insan muttaqin sedang mengucap syukur atas anugerah agung ini. Mereka mengucapkan takbir, pertanda syukur dalam rangka mengamalkan perintah Allah subhanahu wata'ala:
وَتَكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلتَكَبَرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: "...Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya. dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
Takbir, tahmid dan tahlil bergema dengan syahdu, membawa kita kepada suasana kebahagian namun juga membawa nuansa keharuan, bahkan kesedihan. Kita bahagia, karena telah berhasil memenangkan peperangan terbesar yaitu melawan hawa nafsu sebagai markasnya syetan yang terkutuk, yaitu dengan melaksanakan puasa Ramadhan yang penuh rahmat dan ampunan.
Namun kita menjadi sedih, karena hari ini merupakan saat perpisahan dengan Ramadhan, bulan yang kedatangannya selalu kita rindukan. Keharuan ini semakin bertambah ketika hati kita bertanya-tanya "Apakah kita masih sempat bertemu kembali dengan Ramadhan yang akan datang? Apakah masih diberi kesempatan umur panjang dan berapa banyakkah amal ibadah yang kita persiapkan jika kita dipanggil menghadap kepada-Nya?"
Kita pun terkenang dengan orang tua, istri, anak, saudara, dan teman-teman yang pada hari ini tidak bersama-sama kita dalam merayakan kebahagiaan ini. Jika melihat keadaan kita saat ini, di tempat ini, maka hati semakin sedih, karena pada hari yang seharusnya membahagiakan ini ternyata kita terpaksa merayakannya dengan keadaan yang tidak merdeka, yakni di Rumah Tahanan ini.
Namun hadirin, keadaan seperti ini seharusnya masih membuat kita tetap bersyukur, karena banyak dari saudara-saudara kita yang ternyata merayakan hari besar ini di pengungsian akibat perang, atau di penampungan akibat bencana alam atau jadi korban penggusuran bahkan ada pula yang berada di antara hujanan peluru dan bom yang mengerikan.
Semoga Allah SWT memberikan mereka kekuatan iman dan memberikan jalan. demi cepat berlalunya segala musibah penderitaan ini. Amin ya Robbal 'Alamin.
Hadirin jamaah sholat 'Ied, rahimakumullah.
Jika Ramadhan diibaratkan sebagai sebuah perguruan tinggi, maka pada hari ini kita tak ubahnya para mahasiswa yang sedang merayakan kelulusannya. Di pagi ini, kita seperti mahasiswa yang baru saja merampungkan sejumlah ujian mata kuliah. Hari ini kita diwisuda. Hari ini kita menjadi sarjana-sarjana Ramadhan.
Hari ini kita memang merayakan kemenangan. Tapi tidak semua kita merasakan kemenangan. Tidak semua kita lulus dengan hasil memuaskan. Sungguh, tak semua kita pada hari ini berhak diwisuda.
Masih banyak di antara kita yang belum menyelesaikan shoum-nya dengan berbagai alasan yang tak dibenarkan. syariat. Masih banyak di antara kita yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga semata. Masih banyak di antara kita yang tidak mempuasakan anggota tubuhnya selain mulut dan kemaluan. Merekalah yang dikhawatirkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمْ مِنْ صَائِمِ ليسَ لَهُ مِنْ صِيامه إلا الجوع وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Artinya: "Dari Abi Hurairah ra berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; Betapa banyak dari orang-orang yang berpuasa kemudian tidak mendapatkan pahala puasanya kecuali hanya merasakan lapar, dan betapa banyak dari orang-orang yang shalat di malam harinya tidak mendapatkan pahala shalatnya kecuali hanya merasakan lelahnya begadang."
Sejatinya, ketika Ramadhan berlalu, ia akan meninggalkan bekas. Inilah di antara ciri diterimanya sebuah ibadah. Seorang ulama pernah berkata, "Ketaatan itu diterima ketika ia melahirkan ketaatan yang lain."
Jika di antara kita banyak yang telah melakukan ibadah, tapi masih sering bergelimang maksiat, kita harus segera mengoreksi diri. Jangan-jangan ibadah kita hanya sebatas kegiatan rutin di mata manusia dan sia-sia di hadapan Allah.
Sejatinya pula, ibadah membawa perubahan pada tingkah laku kita, pada sikap kita, pada moral kita.
Pertama kali disebarkan dengan moral, bukan dengan jabatan dan harta. Dengan berjuluk al-Amin alias terpercaya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdakwah. Sebab semua perilaku bermuara pada moral, maka rangkaian ibadah semestinya melahirkan moralitas yang baik.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin jamaah shalat 'Ied, rahimakumullah,
Ibadah puasa seharusnya melahirkan serangkaian ketaatan dan moral. Di antara nilai moral yang bisa dilahirkan dari ibadah Ramadhan adalah:
1. Keikhlasan
Sikap inilah yang mulai hilang dari umat Islam negeri ini. Kita terlalu sulit mendapatkan orang-orang ikhlas. Padahal ikhlas adalah napas sekaligus tenaga suatu ibadah. Ibadah hanya akan diterima Allah jika dilandasi keikhlasan. Keikhlasan juga menjadi tenaga penguat untuk melakukan kebaikan.
Suatu amal yang tak dilandasi keikhlasan biasanya tak bisa bertahan lama. la akan segera kehilangan tenaga seiring habisnya faktor pendorong amal tersebut. Karenanya, amat berbeda capaian suatu amal yang dimotori oleh sikap ikhlas dengan amal yang dilandasi oleh riya (ingin dilihat orang lain) dan sum'ah (ingin didengar dan diperhatikan orang lain).
Amal yang dilandasi dengan pondasi keikhlasan akan jauh berkualitas dan bermutu. Sebaliknya, pekerjaan yang dilakukan karena "ingin dilihat orang". "Asal Bapak Senang" atau karena ingin dipuji, hasilnya banyak yang tak memuaskan.
Ramadhan mendidik kita menjadi orang yang ikhlas. Sebab, ikhlas inilah yang menyebabkan kita mendapatkan ampunan Allah SWT. Rasulullah SAW sallam bersabda:
من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما ما تقدم دم من من من ذنبه ذنبه
Artinya: "Barangsiapa yang melaksanakan shalat di malam ramadhan dengan iman dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Muslim).
Keikhlasan dapat memberikan kekuatan rohani. Jiwal orang yang ikhlas tak bisa dikalahkan dengan kekuatan apa. pun. la akan mempunyai benteng pertahanan kokoh dan tak terkalahkan. Apa yang dialami para sahabat saat berperang melawan musuh cukup menjadi bukti. Walaupun juinlah mereka jauh lebih sedikit dibanding lawan, namun kekuatan rohani yang dibentuk oleh keikhlasan, membuat mereka mampu menaklukkan musuh yang berlipat ganda.
Dengan kekuatan tersebut, orang yang berbuat ikhlas mampu melakukan ibadah secara berkesinambungan. Orang yang beramal sebatas untuk mencukupi kebutuhan makannya, akan menghentikannya jika tidak mendapatkan apa yang mengenyangkan perutnya. Orang yang beramal karena mengharap ketenaran atau kedudukan, akan bermalas-malasan jika mengetahui harapannya kandas.
Orang yang beramal lantaran mencari muka di hadapan. pemimpin, akan berhenti jika atasannya dipecat atau meninggal. Sedangkan orang yang beramal karena Allah, tidak akan memutuskan amalnya sampai kapanpun. Sebab yang mendorongnya untuk beramal tak akan pernah punah selamanya.
2. Disiplin
Sikap disiplin bisa kita petik langsung dari ibadah shaum. Meski makanan masih banyak terhidang, perut masih bisa menampung makanan, tapi kalau adzan Shubuh sudah berkumandang, tak satupun dari makanan itu yang berani kita makan. Kita belajar disiplin, tidak berani melanggar. Begitu juga dengan saat berbuka.
Meski perut melilit lapar, kerongkongan kering kehausan, walau waktunya tinggal dua menit dan makanan sudah tersaji, kita takkan memasukkan sedikitpun makanan itu sampai adzan Magrib terdengar. Kita belajar disiplin. Kita "dididik" bagaimana menjadi orang yang taat aturan.
Moral seperti ini seharusnya terus mengalir dalam keseharian kita di berbagai lembaran kehidupan. Sangat disayangkan, akhlak mulia yang menjadi bagian penting dari ajaran Islam ini mulai pudar dalam kehidupan masyarakat kita. Kita sudah terlalu terbiasa melanggar peraturan lalu lintas. Bahkan, ketika melanggar, kita bukannya sadar lalu berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Kita justru merasa bangga telah melanggar peraturan lalu lintas tanpa diketahui aparat.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin jamaah shalat 'Ied, rahimakumullah.
3. Kepedulian Sosial
Kalau ibadah qurban menjadi sarana orang-orang miskin menikmati kekayaan orang mampu, maka ibadah puasa, menjadi wahana orang-orang kaya merasakan penderitaan si papa. Benar-benar merasakan, bukan sebatas teori dan untuk kepentingan sesaat saja.
Puasa mendidik kita menjadi orang yang peka terhadap kepedulian sosial. Karenanya, sebagaimana diriwayatkan Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Tapi di bulan Ramadhan, kedermawanannya lebih meningkat lagi.
Untuk itu, menjelang Idul Fitri kita diwajibkan membayar zakat fitrah. Tujuannya, agar jangan ada di antara kaum Muslimin yang merasa sedih saat hari kemenangan itu tiba. Kita dianjurkan untuk berbagi karena ciri-ciri orang bertakwa dalam surah Al-Baqarah, Allah menyebutkan bahwa di antara tanda orang muttaqin adalah gemar berinfaq. Allah berfirman:
الم (1) ذلك الكتاب لا ريب فيه هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بالغيب ويُقيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ (۳)
Artinya: "Alif Laam Miim (1) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2) (voitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (3)" (QS. Al-Baqarah: 1-3).
Editor: Komaruddin Bagja