Rayhan Ramdhani
, Jurnalis-Jum'at, 28 Februari 2025 |13:25 WIB
Ini Sejarah dan Pemilik Sritex yang PHK Massal 6.600 Buruh, Pabrik Tutup Permanen 1 Maret 2025 (Foto: Sritex)
JAKARTA - Ini Sejarah dan Pemilik Sritex yang PHK Massal 6.600 Buruh, Pabrik Tutup Permanen 1 Maret 2025. PT Sri Rejeki Isman (Sritex) adalah perusahaan tekstil terbesar terkemuka di Indonesia dengan ribuan pekerja yang akan tutup karena pailit.
Dengan ini, Sritex mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal terhadap 6.600 karyawan serta rencana penutupan permanen pabriknya yang akan dimulai pada tanggal 1 Maret 2025.
Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini memiliki sejarah yang panjang serta kontribusi yang signifikan terhadap industri tekstil nasional.
Berikut sejarah dan pemilik Sritex yang saat ini tengah menjadi sorotan publik.
1. Sejarah dan Pemilik Sritex
Tahun 1966 merupakan tahun yang bersejarah sebagai awal berdirinya Sritex. Perusahaan ini didirikan oleh HM Lukminto sebagai pendiri perdagangan tekstil di Pasar Klewer, Solo, dengan nama UD Sri Redjeki.
Pada tahun 1968, UD Sri Redjeki melakukan ekspansi dengan mendirikan pabrik cetak pertama di Joyosuran, Solo, yang bertujuan untuk memproduksi kain mentah dan bahan putihan.
Memasuki era 1990-an, Sritex mulai merambah pasar ekspor dan menjadi pemasok terpercaya bagi berbagai merek ternama dunia, perusahaan ini dikenal luas sebagai produsen seragam militer, pakaian formal, serta produk tekstil berkualitas tinggi lainnya.
Kesuksesan Sritex semakin terlihat ketika perusahaan tersebut memutuskan untuk go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013, dengan kode saham SRIL
Kini, kepemilikan Sritex dipegang oleh Iwan Lukminto, dikenal sebagai sosok yang berpikiran maju dan berhasil membawa Sritex menembus pasar global, menjadikannya salah satu perusahaan tekstil terkemuka di dunia.
Namun, di balik kesuksesan yang telah diraih, Sritex kini menghadapi tantangan berat, persaingan global yang semakin ketat, kenaikan biaya produksi, dan dinamika pasar yang berubah membuat perusahaan harus mengambil langkah drastis.
Salah satunya adalah keputusan untuk melakukan PHK massal terhadap 6.600 karyawan serta menutup operasional pabriknya secara permanen mulai 1 Maret 2025.
Keputusan ini menjadi titik balik dalam perjalanan panjang Sritex, yang selama puluhan tahun telah menjadi tulang punggung industri tekstil Indonesia.