REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Lembaga Administrasi Negara (LAN) melalui Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional (Pusjar SKTAN) merilis hasil Jajak Pendapat Persepsi Publik terhadap Nilai, Integritas, dan Harapan bagi ASN di Indonesia yang dilaksanakan pada 1–21 September 2025.
Hasil survei terkait isu korupsi, publik menilai bahwa politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan (44,27%) serta lemahnya penegakan hukum (19,48%) merupakan penyebab utama korupsi di Indonesia. Sebagian besar responden juga menginginkan hukuman berat seperti penyitaan aset, hukuman mati, dan larangan seumur hidup menjadi pejabat publik bagi pelaku korupsi.
Menurut Kepala Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional (Pusjar SKTAN) LAN RI, Drs. Riyadi, M.Si., hasil survei ini menggambarkan arah moral dan ekspektasi masyarakat terhadap birokrasi yang bersih dan berintegritas.
“Menariknya, hasil jajak pendapat ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat dan ASN ternyata sejalan. Keduanya menempatkan integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas sebagai nilai tertinggi. Artinya, apa yang diyakini publik juga telah menjadi komitmen dalam tubuh birokrasi,” ujar Riyadi, Rabu (15/10/2025).
Jajak Pendapat ini, melibatkan sebanyak 811 responden lintas kelompok usia, pekerjaan, dan Pendidikan yang berasal dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia. Tujuannya, untuk memotret persepsi publik terhadap nilai dasar, kompetensi kepemimpinan, serta pandangan masyarakat tentang integritas aparatur sipil negara.
Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas menempati posisi tertinggi dalam persepsi publik sebagai nilai yang harus menjadi jantung etika ASN. Sementara itu, berpikir strategis, kemampuan mengelola perubahan, dan pengambilan keputusan menjadi kompetensi kepemimpinan yang paling dianggap penting untuk birokrasi masa depan.
Riyadi mengatakan, pandangan ASN yang muncul dari berbagai latar belakang profesi dan instansi juga memiliki dasar yang kuat. Pendapat ASN, bukanlah persepsi yang mengawang, tetapi bisa dipertanggungjawabkan secara empiris. "Mereka menilai diri dan institusinya dengan jujur, dan itu menjadi modal penting dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap birokrasi,” katanya.
Riyadi menyoroti meningkatnya dukungan publik terhadap penerapan perampasan aset hasil korupsi sebagai bentuk hukuman yang dianggap adil dan memberikan efek jera. “Publik semakin tegas dalam menolak korupsi. Dukungan terhadap perampasan aset hasil korupsi menunjukkan kesadaran moral kolektif bahwa keadilan tidak cukup ditegakkan lewat hukuman penjara, tetapi juga dengan mengembalikan hak rakyat yang telah dirampas,” kata Riyadi.
Menariknya, di tengah kuatnya tuntutan terhadap nilai moral dan integritas ASN, publik juga memiliki pandangan yang jelas mengenai struktur keadilan dalam sistem gaji di sektor publik. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa Presiden Republik Indonesia dianggap paling layak menerima gaji dan tunjangan terbesar, disusul oleh dosen/guru, hakim agung, ASN, dan tenaga kesehatan. Riyadi menyampaikan bahwa temuan ini menunjukkan kesadaran publik terhadap tanggung jawab besar yang dipikul oleh Presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan.
“Pandangan publik bahwa Presiden layak mendapat gaji tertinggi adalah cerminan kesadaran bahwa tanggung jawab tertinggi dalam tata kelola negara memang berada di tangan pemimpin nasional. Publik menilai, besarnya tanggung jawab dan risiko yang diemban Presiden sepadan dengan penghargaan finansial yang diterima,” kata Riyadi.