Emiten anggota MIND ID, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membukukan kinerja keuangan negatif di kuartal II dan semester I 2025. Menurunnya kinerja fundamental perseroan terjadi seiring melemahnya rata-rata harga nikel. Padahal, perseroan mencatat pertumbuhan dari segi produksi nikel di kuartal II 2025.
Dikutip dari Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (31/7/2025), Vale Indonesia mencatat pertumbuhan produksi nikel matte sebesar 9% di kuartal II 2025, menjadi 18.557 metrik ton dibandingkan periode sebelumnya sebesar 17.027 metrik ton. Secara tahunan, produksi nikel Vale juga tercatat tumbuh 12%.
Kemudian sepanjang semester I 2025, produksi nikel matte Vale Indonesia juga tercatat tumbuh meski terbilang tipis, yakni sebesar 2% menjadi 35.584 metrik ton dari 34.774 metrik ton di periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan produksi tidak sebanding dengan penjualannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vale mencatat penurunan jumlah penjualan nikel matte sepanjang semester I 2025, yakni menjadi 35.119 metrik ton dari 35.680 metrik ton di semester I 2024. Menurunnya jumlah penjualan nikel matte ini juga sejalan dengan melemahnya harga rata-rata komoditas tersebut, yang tercatat US$ 12.014 per ton dari US$ 13.418 per ton di semester I 2024.
Alhasil, pendapatan Vale turut terkoreksi selama semester I 2025, menjadi US$ 426,73 juta dari US$ 478,75 juta di periode yang sama di tahun sebelumnya. Jika ditinjau per kuartal, laba Vale Indonesia merosot tajam yakni sebesar US$ 3,5 juta dari US$ 21,8 di kuartal I 2025.
Penyusutan tajam laba kuartalan Vale Indonesia ini terjadi akibat keuntungan satu kali atau one-off atas pengakuan nilai wajar aset derivatif sebesar US$ 16,6 juta. Hal ini yang menyebabkan menurun tajamnya pendapatan perseroan di kuartal II 2025. Sementara untuk beban pokok pendapatan, perseroan mencatat penyusutan di Semester I 2025, menjadi US$ 396,58 juta dari US$ 417,16 juta.
Sementara untuk pendapatan sebelum pajak atau EBITDA perseroan tercatat menyusut, baik secara kuartal maupun semester. Di kuartal II EBITDA perseroan tercatat sebesar US$ 40 juta dari US$ 51,7 juta. Kemudian sepanjang semester I 2025, tercatat sebesar US$ 91,7 juta dari US$ 124,85 juta di periode yang sama di semester sebelumnya.
Tambang nikel PT Vale/Foto: Eduardo Simorangkir
Sepanjang kuartal II 2025, pengiriman nikel matte Vale Indonesia juga meningkat menjadi 18.023 ton, dibandingkan dengan 17.096 ton pada triwulan pertama tahun 2025. "Hal ini mencerminkan kinerja operasional yang stabil dan peningkatan efisiensi produksi," terang Wakil Presiden Direktur dan Chief Operation and Infrastructure Officer Vale Indonesia, Abu Ashar, dikutip dari Keterbukaan Informasi, Kamis (31/7/2025).
Di sisi lain, Direktur dan Chief Financial Officer Vale Indonesia, Rizky Putra, menyebut harga realisasi rata-rata nikel matte pada kuartal II 2025 mencapai US$ 12.091 per ton, sedikit meningkat dari US$ 11.932 pada kuartal sebelumnya. Kenaikan harga yang moderat, dikombinasikan dengan volume pengiriman yang lebih tinggi, berkontribusi pada peningkatan total pendapatan, mencapai US$ 220,2 juta, atau naik 7% dari US$ 206,5 juta pada kuartal sebelumnya.
Di sisi lain, selain penerapan royalti baru juga membuat pengambilan keputusan Vale Indonesia untuk mempercepat jadwal pemeliharaan terencana sekitar 20 hari mulai paruh kedua tahun 2025 juga berdampak pada operasi di kuartal kedua. Namun demikian, PT Vale berhasil mempertahankan EBITDA pada tingkat yang sehat di periode tersebut.
"Kami akan memiliki baseline yang lebih kuat mulai paruh kedua tahun ini. Kami telah mencapai kesepakatan baru untuk penetapan harga nikel matte dengan para pelanggan dan juga memperoleh persetujuan untuk revisi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) sekitar 2,2 juta ton bijih saprolit dari blok Bahodopi. Perkembangan ini diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak aliran pendapatan dan memperkuat baseline PT Vale ke depannya," imbuhnya.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding pertambangan ini cenderung menguat jika dilihat dari perdagangan sebulan terakhir. Adapun komposisinya 13 hari menguat 25,64%, sedangkan 10 hari sisanya melemah 22,72%. Secara kumulatif, INCO menguat 2,92% sebulan terakhir.
Namun, hingga sesi I perdagangan ditutup, saham INCO tercatat melemah sepanjang tahun 2025, yakni sebesar 2,76%. Vale Indonesia juga mencatat tren net sell asing mencapai Rp 289,93 miliar di semua pasar sepanjang tahun 2025. Namun, prospek jangka panjang saham INCO disebut akan menguat.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, menjelaskan penguatan saham INCO akan menguat ketika sentimen perang tarif mereda. Selain itu, prospek pertumbuhan ekonomi domestik dan global yang mulai menuju tren pemulihan juga dapat menjadi sentimen positif bagi saham milik Vale Indonesia.
"Kalau misalnya global economic tercapai, maka dari itu potensi demand untuk nikel bisa terbuka lebar, karena nikel dibutuhkan dalam hal stainless steel industri dan kebutuhan electric vehicle," terang Nafan kepada detikcom, Kamis (31/7/2025).
Mirae Asset sendiri merekomendasikan Accumulative Buy untuk saham INCO dengan target price (TP) sebesar Rp 4.190 per lembar. Nafan menyebut, ekosistem nikel masih memiliki prospek jangka panjang sekaligus memberi katalis positif kepada Vale Indonesia.
"So far yang penting harga nikel dunia sudah berada di atas lower base ya. Jadi kalau secara teknikal sebenarnya untuk harga wajar dari INCO ini di level Rp 4.190 terlebih dahulu," tutupnya.
(ara/ara)