Cina Alami Kerugian Besar Akibat Bencana Alam

7 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG — Kementerian Penanggulangan Bencana Cina melaporkan total kerugian ekonomi akibat bencana alam yang terjadi sepanjang tiga kuartal pertama 2025 mencapai 217 miliar yuan atau sekitar 30,47 miliar dolar AS. Bencana alam juga berdampak pada 530 ribu hektare lahan pertanian di berbagai wilayah.

Dalam pernyataannya, Sabtu (18/10/2025), kementerian menyebut bencana hidrometeorologi, seperti banjir, kekeringan, dan badai topan, menjadi penyebab utama kerugian besar itu. Catatan ini menambah daftar panjang dampak ekonomi akibat ekstremnya cuaca yang dipicu perubahan iklim.

Laporan tersebut dirilis sebulan setelah Presiden Cina Xi Jinping mengumumkan target pemangkasan emisi gas rumah kaca sebesar 7 hingga 10 persen dari puncaknya pada 2035 dalam Sidang Umum PBB di New York. Namun, target itu menuai kritik dari para pengamat lingkungan yang menilai ambisi iklim Cina terlalu lemah untuk mencegah krisis global yang lebih parah.

Sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dan penghasil emisi karbon dioksida terbesar, langkah Cina dalam mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon dinilai sangat menentukan keberhasilan dunia menjaga suhu global tetap di bawah ambang batas aman.

Para ahli menilai, pengurangan emisi hingga 30 persen masih mungkin dilakukan dan menjadi syarat untuk menghindari krisis iklim yang lebih ekstrem.

Dalam pidatonya di PBB, Xi menyinggung peran negara maju tanpa menyebut nama, dengan mengatakan bahwa “beberapa negara” belum menunjukkan keseriusan menghadapi tantangan iklim. “Komunitas internasional harus tetap fokus pada arah yang benar, negara-negara harus menunaikan tanggung jawabnya, dan hak negara berkembang harus dihormati sepenuhnya,” ujar Xi.

Namun, sejumlah pengamat menilai Cina gagal menunjukkan kepemimpinan yang diharapkan dalam agenda iklim global. Associate Director bidang diplomasi dan tata kelola iklim di lembaga think-tank E3G, Kaysie Brown, menyebut target 2035 tersebut “sangat jauh dari kebutuhan.”

“Target itu tidak sejalan dengan dekarbonisasi ekonomi Cina maupun dengan tujuan netral karbon 2060. Tanpa ambisi jangka pendek yang lebih kuat, Cina berisiko melemahkan klaimnya sebagai pendukung multilateralisme dan pemimpin ekonomi hijau,” kata Brown.

Kritik tersebut muncul di tengah meningkatnya frekuensi bencana di Asia Timur, yang menegaskan bahwa biaya ekonomi akibat krisis iklim kini jauh lebih besar daripada investasi untuk mencegahnya.

sumber : Reuters

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |